JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah merevisi daftar negatif investasi bisnis berbasis daring (online) mendapat sambutan positif dari kalangan pelaku usaha. Revisi itu dinilai sebagai langkah awal untuk mendukung perkembangan industri perdagangan secara elektronik atau e-dagang.
Namun, upaya itu perlu diikuti dengan perbaikan iklim industri dalam negeri secara menyeluruh, seperti akses pasar dan kompetensi sumber daya manusia.
“Inti permasalahan industri e-dagang selama ini, pasar Indonesia dibuka seluas-luasnya. Di sisi lain, investasi asing dilarang,” kata Ketua Umum Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) Daniel Tumiwa, di Jakarta, Senin (19/10).
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal menyebutkan, kepemilikan modal perdagangan eceran melalui pemesanan pos atau internet, yaitu 100 persen dimiliki modal dalam negeri.
Akhir pekan lalu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan, pihaknya beserta kementerian dan lembaga akan mengkaji kembali perpres itu. Peninjauan itu sebagai bagian rencana revisi daftar negatif investasi (DNI). Untuk sektor bisnis berbasis daring, rencana revisi bertujuan menjawab perubahan pola perdagangan di tingkat internasional. BKPM akan menampung usulan revisi paling lambat akhir Oktober, baik dari pengusaha maupun kementerian dan lembaga.
Menurut Daniel, perbincangan besaran komposisi kepemilikan modal asing dan dalam negeri terus bergulir. Asosiasi sempat mencetuskan, kepemilikan modal asing maksimal 50 persen dengan suntikan dana sampai 5 juta dollar AS. “Jika tujuannya untuk melindungi usaha rintisan berbasis teknologi (startup), kepemilikan modal mayoritas harus lokal,” katanya.
Namun, saat ini, menurut Daniel, iklim industri e-dagang belum baik. Dari segi pendanaan misalnya, banyak perusahaan penyertaan modal lokal belum siap menyalurkan modal ke sektor e-dagang. Konsep pendanaan hanya dilihat sebatas penyaluran dana. Padahal, hal penting yang juga dibutuhkan startup atau usaha kecil dan menengah, yaitu jaringan pemasaran.
Hal senada diungkapkan Achmad Zaky, Chief Executive Officer Bukalapak.com. Menurut dia, penguatan sumber daya manusia di industri digital merupakan keharusan. “Dengan kompetensi sumber daya manusia lokal yang kuat, saya rasa industri e-dagang akan bertumbuh lebih pesat. Investasi akan dikelola untuk membesarkan bisnis sehingga Indonesia bukan sekadar menjadi pasar,” katanya.
Menurut Direktur e-Business Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Azhar Hasyim, pihaknya tengah mendiskusikan usulan revisi DNI. Untuk bisnis daring, investor asing harus meningkatkan daya saing industri lokal. (MED)
Kompas 20102015 Hal. 18