Divestasi Freeport Wajib : Saham Bisa Dibeli PT Freeport Lewat Perusahaan Lain

JAKARTA, KOMPAS — Divestasi saham PT Freeport Indonesia hingga sejumlah 20 persen pada tahun ini harus terlaksana. Divestasi saham merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Namun, pemerintah diminta berhati-hati menyikapi divestasi saham milik PT Freeport Indonesia. Saat ini, saham pemerintah sebanyak 9,36 persen.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, seusai rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (19/10), di Jakarta, mengatakan, divestasi saham PT Freeport Indonesia kepada Pemerintah Indonesia harus terlaksana tahun ini.
Mekanisme divestasi itu diserahkan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Saya kan domainnya meyakinkan bagaimana agar divestasi itu bisa terlaksana. Urutannya nanti apakah BUMN, kemudian BUMD (Badan Usaha Milik Daerah). Makanya, pemerintah instrumennya (melalui) BUMN dong,” kata Sudirman.
Pasal 112 UU No 4/2009 menyebutkan, setelah 5 tahun berproduksi, badan usaha pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang sahamnya dimiliki asing wajib melakukan divestasi saham pada pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta nasional. Penjelasan lebih rinci mengenai divestasi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sudirman menambahkan, daerah ingin berpatisipasi membeli saham yang akan dilepas Freeport Indonesia. Oleh karena itu, perlu komunikasi intensif dengan Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, termasuk pemerintah daerah. “Kita tahu Kementerian Keuangan menyebut kalau pemerintah tidak punya uang cukup menyerap saham itu. Berikutnya, Menteri BUMN sebut daerah berminat (untuk menyerap saham). Sampai di situ, kita tunggu saja,” katanya.
Sudirman berpendapat, divestasi saham milik PT Freeport Indonesia sebaiknya lewat penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) di pasar modal. Ia menilai cara itu lebih transparan. “Kalaupun harus lewat IPO, harus tetap dipegang oleh pengusaha nasional. Pemerintah bisa mengatur dan meyakinkan bagaimana pemegang saham adalah mayoritas orang Indonesia,” katanya.
Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies Budi Santoso mengatakan, pemerintah sebaiknya berhati-hati menyikapi rencana divestasi saham oleh PT Freeport Indonesia. “Yang menyusun jadwal divestasi saham kan pemerintah. Lalu, kenapa pemerintah mengaku tidak punya uang? Kenapa pemerintah tidak menyiapkan dana untuk membeli saham yang dilepas Freeport, sedangkan pemerintah tahu kapan jadwal pelepasan saham,” katanya.
Yang harus diwaspadai, lanjut Budi, adalah jika pemerintah memutuskan tidak menyerap saham yang dilepas Freeport dengan alasan tidak ada dana, kemudian saham ditawarkan lewat mekanisme IPO, ada kemungkinan saham itu dibeli PT Freeport Indonesia lewat perusahaan lain. “Praktik semacam itu lazim dilakukan. Apa pemerintah pura-pura tidak tahu? Kalau itu terjadi, yang dapat untung lagi-lagi Freeport, bukan Indonesia,” katanya.
Secara terpisah, seusai bertemu Presiden Joko Widodo, Senin, Sudirman menegaskan sikap Presiden adalah bahwa pemerintah akan menjaga kelangsungan investasi dengan tetap menjaga ketaatan pada Undang-Undang. “Kami pastikan tidak ada pelanggaran undang-undang dalam persoalan ini,” katanya.

Saham BUMN

Terkait divestasi Freeport, misalnya, pemerintah mengarahkan kepemilikan saham ke PT Inalum dan PT Aneka Tambang. “Mereka (Freeport) tentu sedang mempelajari kekuatan finansialnya, neracanya bagaimana,” kata Sudirman.
Meskipun persoalan kontrak karya Freeport mengemuka kepada publik, pemerintah tidak mengagendakan pembicaraan tentang Freeport saat Presiden Joko Widodo berkunjung ke Amerika Serikat. Selama lawatannya di AS, Presiden akan menggelar pertemuan dengan pelaku usaha di sana, tidak hanya dari Freeport.
Menurut anggota Komisi VII DPR dari PDI Perjuangan Dony Maryadi Oekon, pemerintah harus mematuhi UU No 4/2009 dalam pembahasan perpanjangan operasi PT Freeport Indonesia. “Selama tidak ada perubahan peraturan, tidak boleh ada pembahasan kontrak PT Freeport. Pembahasan itu baru boleh dilakukan secepatnya 2 tahun sebelum kontrak habis atau baru bisa dilakukan pada 2019 nanti,” kata Dony. (APO/NDY)
Kompas 20102015 Hal. 17

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.