BATAM, KOMPAS — Pemerintah kembali menenggelamkan 12 kapal ikan asal Vietnam, Thailand, dan Filipina yang menangkap ikan secara ilegal. Dengan demikian, total kapal ikan asing yang ditenggelamkan sepanjang 2015 mencapai 91 kapal.
Penenggelaman kapal berlangsung di Pontianak (Kalimantan Barat) dan Tarakan (Kalimantan Timur) pada 19 Oktober. Di Batam (Kepulauan Riau) dan Langsa (Aceh) pada 20 Oktober. Sebanyak 12 kapal itu terdiri dari 6 kapal Vietnam, 2 kapal Thailand, dan 4 kapal Filipina dengan ukuran 15-135 gros ton (GT).
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, yang direncanakan hadir dalam penenggelaman kapal di Pontianak, Senin (19/10), batal hadir karena penerbangan terhalang kabut asap. Pesawat yang ditumpangi Susi batal mendarat di Bandar Udara Supadio, Pontianak.
Menurut Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Asep Burhanuddin, kapal-kapal yang ditenggelamkan merupakan hasil tangkapan aparat penyidik pegawai negeri sipil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kepolisian Air (Polair), dan TNI AL pada Maret-September 2015.
Sejumlah pelanggaran kapal-kapal itu antara lain memasuki teritorial dan menangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) RI tanpa dokumen perizinan, seperti izin usaha perikanan, izin penangkapan ikan (SIPI), dan izin kapal pengangkut ikan (SIKPI). Selain itu, penggunaan anak buah kapal (ABK) asing, dan alat tangkap terlarang, seperti pukat harimau.
“Kapal-kapal itu sudah ditetapkan pengadilan untuk dirampas negara dan ditenggelamkan,” kata Asep. Ia memperkirakan, penenggelaman kapal ilegal sepanjang 2015 akan mencapai 138 kapal. Maraknya kapal yang ditenggelamkan merupakan komitmen penegak hukum untuk memberikan efek jera.
Sejak Januari-September 2015, kapal ikan ilegal yang sudah ditenggelamkan sebanyak 91 kapal. Penenggelaman kapal itu terhitung yang tertinggi dalam sewindu terakhir. Sepanjang 2007-2014, total kapal ikan ilegal yang ditenggelamkan 38 kapal.
Sebelumnya, Susi meminta aparat penegak hukum langsung melakukan penenggelaman kapal ilegal tanpa menunggu proses pengadilan. Hal itu antara lain mengacu pada Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Penyidikan kapal ilegal bisa dilakukan bersama oleh penyidik KKP bekerja sama dengan TNI AL dan Polri. “Pengadilan membuat proses panjang dan putusan kerap tidak sesuai dengan konsensus nasional. Mereka (pelaku perikanan ilegal) merasa punya peluang di pengadilan,” kata Susi, beberapa waktu lalu.
Menurut Asep, terdapat 35 kapal ikan yang sedang diproses hukum. Kapal-kapal itu meliputi 8 kapal asal Vietnam di Pontianak, 12 kapal asal Vietnam dan Thailand di Batam, 4 kapal asal Filipina di Bitung, 5 kapal asal Tiongkok di Merauke, 3 kapal asal Vietnam di Ranai, dan 3 kapal asal Vietnam di Tarempa. (LKT)
Kompas 20102015 Hal. 17