Garuda Akan Himpun Dana US$ 800 Juta

JAKARTA – PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) bakal menghimpun dana dari eksternal senilai total US$ 800 juta hingga 2017. Perseroan akan mengkaji penerbitan surat utang global maupun pinjaman bank bertenor panjang.
Garuda akan menggunakan dana tersebut untuk reprofiling utang. Adapun target reprofiling utang perseroan selama 2015-2017 sebesar US$ 1,3 miliar.
Tahun ini, perseroan telah menerbitkan sukuk global senilai US$ 500 juta untukreprofiling. “Tahun depan, kami kembali menargetkan reprofiling utang sebesar US$ 500 juta. Kami akan mengkaji penerbitan global bond atau sukuk senilai US$ 500 juta,” kata I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra, direktur keuangan risiko dan teknologi informasi Garuda Indonesia, kepada Investor Daily di Jakarta, baru-baru ini.
Askhara menegaskan, reprofiling utang perseroan dilakukan dengan cara mengubah tenor pinjaman jangka pendek menjadi jangka panjang. Tahun depan sebenarnya target reprofiling sebesar US$ 350 juta. Namun, perseroan juga melihat utang lain yang berpotensi dibiayai kembali atau refinancing.
Menurut Askhara, utang jangka pendek cukup membebani perseroan, karena berisiko tinggi jika jatuh tempo. Sebelumnya, 65% utang perseroan tercatat bertenor pendek. Karena itu, perseroan bakal mengubah komposisi utang menjadi 70% bertenor panjang dan sisanya pendek.
“Jika global bond tidak memungkinkan dilakukan, perseroan akan mencari pinjaman dengan tenor 5-7 tahun,” ungkap dia. Sebelumnya, Gar uda berhasil membukukan efisiensi biaya di luar bahan bakar (non-fuel) sebesar US$ 95 juta hingga Agustus 2015. Nilai itu setara 47,97% dari target efisiensi sebesar US$ 198 juta. Efisiensi tersebut dihasilkan dari aksi lindung nilai (hedging), penghematan operasional, pemasaran, dan penghematan belanja modal (capital expenditure/capex).
Sebelumnya, perseroanberhasilmenghasilkan efisiensi non-fuel US$ 78 juta pada Juli 2015. “Margin bisa dipelihara dari efisiensi. Kami perkirakan proyeksi kinerja masih positif pada akhir tahun ini. Laba bersih Garuda pada kuartal II sebesar US$ 29,3 juta. Pada kuartal III dan IV, kami targetkan di atas pencapaian tersebut,” jelas Askhara.
Sementara itu, faktor lain seperti pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cukup mempengaruhi margin. Namun, kondisi perseroan terbilang aman, meskipun sampai akhir tahun rata-rata nilai tukar mencapai Rp 16.000 per dolar AS.
“Karena pelemahan ini ada angka dari proyeksi kinerja akhir tahun yang kami revisi. Tapi kita sudah lakukan stress test rata-rata hingga Rp 16.000. Sekarang yang jadi fokus adalah daya beli masyarakat,” jelas dia.
Selain stress test, lanjut Askhara, perseroan secara berkala melakukan hedging sebesar US$ 50 juta per bulan. Adapun perseroan cukup diuntungkan dengan penurunan harga minyak dunia. Pada Juni 2015, Garuda mencatat penghematan avtur sudah mencapai US$ 315 juta per Juni 2015. Sampai akhir tahun ini, perseroan menargetkan efisiensi biaya avtur mencapai US$ 400 juta.
“Pada tahun depan, harga minyak kemungkinan masih turun. Tapi ada pengaruh global seperti perlambatan ekonomi Tiongkok dan berdampak juga ke Indonesia. Kita lihat dulu langkah pemerintah ke depannya,” tutur Askhara.
Selama semester I-2015, beban avtur yang berkontribusi 30,3% dari total biaya operasional turun 29,8% menjadi US$ 532,2 juta dibandingkan periode sama tahun lalu US$ 759,2 juta. Sementara itu, beban non-fuel turun 0,3% menjadi US$ 1,22 miliar dari US$ 1,23 miliar.
Investor Daily, Jumat 9 Oktober 2015, Hal. 14

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.