Dorong Serapan Baja Lokal Proyek Infrastruktur Menjadi Andalan

JAKARTA, KOMPAS — Serbuan baja impor tidak hanya menyerang industri hulu baja dalam negeri, tetapi juga industri hilir baja. Karena itu, Asosiasi Besi dan Baja Indonesia meminta pemerintah melindungi industri baja dalam negeri dan meningkatkan serapan produk baja di dalam negeri.

Ketua Klaster Paku dan Kawat Asosiasi Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Ario Setiantoro, Minggu (3/5), di Jakarta, kepada Kompas, mengatakan, IISIA meminta perlindungan baja dalam negeri harus adil, yaitu sektor hulu dan hilir. Pasalnya, selama ini industri hilir baja juga masih mengimpor bahan baku baja.
Jika bea masuk bahan baku baja naik, biaya produksi industri hilir bisa membengkak. Padahal, saat ini, industri hilir tengah bersaing dengan produk baja impor yang lebih murah.
“Jika biaya produksi membengkak, harga produk baja akan mahal. Harga akan membebani pembeli. Produk dalam negeri juga akan kalah bersaing dengan produk baja impor,” ujarnya.
Ario menambahkan, agar industri baja hilir tidak bergantung pada bahan baku baja impor, industri hulu juga harus diperkuat dan ditingkatkan produksi dan kualitas produksi. Selama ini, ada sejumlah bahan baku baja produksi dalam negeri yang kurang berkualitas sehingga industri hilir masih impor.
Selain itu, impor produk baja juga perlu dikurangi, terutama bagi produk baja impor sejenis yang sudah diproduksi dan ada di dalam negeri. “Dengan program pembangunan infrastruktur hingga 2019, kami berharap pemerintah mendorong penyerapan baja dalam negeri,” katanya.
IISIA mencatat, konsumsi baja per kapita pada 2015 sebesar 49,6 kilogram (kg) dengan kebutuhan baja per tahun sebanyak 13,8 juta ton. Dari kebutuhan itu, diperkirakan sekitar 55 persennya masih mengandalkan baja impor. Lima tahun ke depan, konsumsi baja per kapita meningkat menjadi 100 kg dengan kebutuhan baja 26,2 juta ton.
Sementara itu, Komisaris PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Roy Maningkas meminta Kementerian Keuangan agar segera menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang bea masuk (BM) baja impor. Selama ini, BM baja impor terlalu rendah, yaitu 0-5 persen, sehingga harus dinaikkan agar tidak merugikan industri hulu baja.
“Pemerintah juga perlu mengawasi secara ketat tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) pengadaan pipa gas di Indonesia. TKDN tersebut sangat penting agar industri baja dalam negeri bisa berkembang,” ujarnya.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Hediyanto W Husaini mengatakan, pelaku jasa konstruksi atau kontraktor diharapkan menggunakan material dari dalam negeri.
“Pemerintah mengamanatkan agar semua kegiatan konstruksi semaksimal mungkin menggunakan produk dan sumber daya manusia dalam negeri, seperti baja, batu, kayu, pasir, dan semen,” kata Hediyanto.
Hal itu, lanjut Hediyanto, diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Lewat peraturan itu, pemerintah atau kementerian teknis terkait akan memilih kontraktor yang menggunakan material dalam negeri. (hen/nad)
Kompas 04052015 Hal. 18

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.