JAKARTA – Indonesia National Air Carriers Association (INACA) menyayangkan penaikan tarif untuk sejumlah item jasa di semua bandara Unit Pelaksana Teknis (UPT). Penaikan tarif itu ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 11/2015 tentang Jenis dan Tarif Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Ketua Umum INACA Arif Wibowo mengungkapkan, dengan adanya penaikan tarif atas jasa pelayanan di bandara UPT cukup berdampak signifikan pada biaya operasional maskapai. Bahkan, penaikan tarif jasa tersebut bisa menghambat percepatan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air.
“Bila ada kenaikan biaya pasti ada pengaruhnya terhadap biaya operasional maskapai. Seharusnya, di saat kita sedang mendorong pertumbuhan ekonomi, sebaiknya jangan dinaikkan dulu,” jelas Arif saat ditanya oleh sejumlah wartawan di Jakarta, Selasa (28/4).
Menurut dia, dampak atas penaikan tarif jasa di bandara UPT pun berpengaruh terhadap produktivitas maskapai besar, termasuk Garuda Indonesia dan Citilink. Selaku direktur utama Garuda, Arif menjelaskan, meskipun pertumbuhan Garuda dan Citilink memiliki tren positif, tetap saja diperlukan stimulan ekonomi yang dapat mempercepat pertumbuhan tersebut. “Namun, kami perlu percepatan lagi untuk meningkatkan angkutan udara dengan cara mendorong biaya penerbangan yang murah,” papar dia.
Ditemui di tempat terpisah, Sekretaris Jenderal INACA Tengku Burhanuddin mengungkapkan hal yang senada. Menurut dia, penaikan tarif jasa di bandara UPT ini terlampau signifikan, sehingga memengaruhi biaya operasional secara keseluruhan.
“Selama ini, bandara UPT itu tarifnya tidak pernah naik, tetapi mestinya secara bertahap, jangan sekaligus. Maskapai kalang kabut karena cost price-nya berubah lagi semua. Kalau biayanya naik sampai ratusan persen, pasti berat,” kata Tengku di sela acara Round Table Discussion Persiapan Angkutan Lebaran 2015 di Hotel Redtop, Jakarta, Selasa (28/4).
Dia menjelaskan, saat ini pihaknya tengah melakukan kajian guna kemungkinan melayangkan keberatan atas tarif jasa di sektor transportasi udara yang berlaku di lingkup Kemenhub. “Tetapi, kalau sudah dikeluarkan PP-nya, ya mungkin presiden yang bisa mencabutnya. Kalau bisa diubah, ya bagus,” imbuh Tengku.
Sementara itu, Managing Director PT Transnusa Aviation Mandiri (Transnusa) Bayu Sutanto sebelumnyamenyatakan, pihaknya keberatan atas pemberlakuan tarif baru di semua bandara Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tersebar di wilayah Indonesia. Pasalnya, besaran penaikan tarifnya cukup signifikan sehingga memengaruhi biaya operasional.
“Iya, ada PP tentang tarif di bandara-bandara UPT yang naik drastis dari sebelumnya. Sementara aspek safety, security, hingga service-nya tidak ada perubahan,” ujar Bayu yang juga sebagai ketua Penerbangan Berjadwal INACA.
Maka dari itu, Bayu menegaskan, pihaknya akan melayangkan keberatan kepada pemerintah atas pemberlakuan tarif PNBP baru di lingkup Kemenhub. Saat ini, Transnusa tengah melakukan kajian untukmematangkan konsep keberatan yang akan dilayangkan. “Keberatan paling lambat dilayangkan pada Mei 2015. Saat ini, kami sedang mencari cara untuk melawan peraturan tersebut,” imbuhnya.
Pada lampiran PP No 11/2015 disebutkan, pelayanan jasa penerbangan untuk item pelayanan jasa navigasi penerbangan terminal domestik, yang diselenggarakan oleh unit penyelenggara bandar udara memiliki rincian tarif, yaitu precision approach service Rp 5.500/maximum take off weight, non precision approachFp 10.000/ maximum take off weight, dan flight information service Rp 50.000/ maximum take off weight. (c04)
Investor Daily, Rabu 29 april 2015, Hal. 17