JAKARTA – Indonesia National Air Carrier Association (INACA) menyatakan, jumlah penumpang udara kuartal III-2014 hanya di bawah 10%, atau lebih rendah dari target awal 12-15% akibat kondisi ekonomi yang tidak mendukung. Akhir tahun ini, angka pertumbuhan penumpang udara diprediksi juga tak akan naik siginifikan, karena daya beli masyarakat belum membaik.
“Dalam keadaan (ekonomi) yang belum baik, peningkatan jumlah penumpang juga belum ada. Awalnya, kami berharap pertumbuhan jumlah penumpang meningkat 12-15%, tapi ternyata hingga kuartal III hanya tumbuh di bawah 10%,” kata Sekjen INACA Tengku Burhanuddin kepada Investor Daily, Kamis, (23/10).
Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, jumlah penumpang udara Januari-Agustus 2014 mencapai 47,50 juta orang, atau naik 5,82% dari realisasi periode yang sama tahun se belumnya. Selama Januari-Agustus 2014, jumlah penumpang domestik mencapai 38,5 juta orang atau naik 6,02% dan jumlah penumpang internasional mencapai 9 juta orang atau naik 4,95% dibanding periode yang sama tahun 2013.
Sedangkan data terakhir yang dirilis Kementerian Perhubungan menun jukkan, jumlah penumpang angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri yang diangkut selama semester I-2014 mencapai 36,76 juta penumpang atau naik 2,3% dibanding periode yang sama 2013. Maskapai Lion Air membukukan jumlah penumpang terbesar, yakni 15,2 juta penumpang atau menguasai 41,55% pangsa pasar dan disusul Garuda In donesia sebanyak 8,6 juta penumpang (23,53% pangsa pasar).
Lebih jauh, pelaku industri pener bangan meminta pemerintah baru di ba wah kepemimpinan JokoWidodo – Jusuf Kalla, memperhatikan nasib maskapai nasional, mengingat industri ini masih mengalami tekanan akibat kondisi ekonomi makro. Tengku mengakui, tuntutan maskapai pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belumbisa dikabulkan, sehingga mereka berharap pemerintah Jokowi-JK segera menuntaskan permasalahan mereka.
Menurut Tengku, transportasi udara menjadi sangat penting di Indonesia, karena negara ini berbentuk kepulauan. Jika biaya operasional maskapai lebih efisien, tarif angkutan udara juga bisa lebih murah.
“Penerbangan sangat penting untuk menghubungkandaerahdi Indonesia.Dae rah terpencil bisa lebihmudah dan murah terjangkau jika kami (maskapai) didukung. Sementara itu, di sektor pariwisata, maskapai bisamemperkenalkan Indonesia danmembawawisatawandari luar negeri,” kata dia.
Tiga Tuntutan
Tengku mengungkapkan, tiga hal yang menjadi tuntutan maskapai dan belum dipenuhi yakni pengendalian harga avtur, peningkatan layanan bandar udara dan navigasi, serta penghapusan bea masuk suku cadang pesawat. Dia menyebutkan, harga avtur bisa lebih murah jika beberapa pungutan pajak dipotong, seperti untuk BPH Migas. Se mentara itu, distribusi avtur sampai ke timur Indonesia juga harus lebih efisien sehingga tidak terjadi disparitas harga yang tinggi. “Avtur sekarang memang sedang turun harganya. Tapi kalau, misalkan, sekarang, harga turun Rp 100, padahal kemarinnya naik Rp 1.500, ya apa pe ngaruhnya?” ujar Tengku.
Hal lain yang dikeluhkan Tengku yakni charge di bandara sangat tinggi sehingga cukup membebani maskapai. Tengku me nuturkan,pemerintahseharusnyabisamen dorong konsolidasi antara maskapai dan pengelolabandara, sehingga tidakadayang merasa dirugikan. Hal serupa juga berlaku pada navigasi udara, yang seharusnya bisa lebih efisien dalam praktiknya, dengan meningkatkan teknologi peralatan yang digunakan dan sumber daya manusianya.
“Selain itu, karena kita akan bersaing di Asean Open Sky, kami minta pajak 0% untuk suku cadang (sparepar t) pesawat. Ini hal yang penting karena pajak 0% sudah berlaku di seluruh ne gara Asean lain. Terakhir, kami minta semua peraturan yang bisa menghambat kemajuan penerbangan bisa segera dihapuskan,” papar dia.
Jika pemerintah tidak segera membuat kebijakan yang bisa mendukung industri penerbangan, kata Tengku, maskapai akan kesulitan untuk hidup dan me lakukan kegiatan operasional. Hampir semua maskapai di Indonesia mengalami kesulitan untuk berkembang, karena lebih dari separ uh biaya produksi menggunakan dolar AS, dan tidak bisa ter tutupi dari pemasukan maskapai dalam mata uang rupiah.
“Untuk itu, kami juga minta entah ba gaimana caranya supaya pemerintah bisa menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, karena biaya yang ditanggung maskapai sangat tinggi, akibat lemahnya nilai tukar rupiah,” papar dia.
Sementara itu, International Air Transport Association (IATA) meng umumkan permintaan jasa angkutan udara global bulan Agustus 2014 naik tipis dibanding bulan sebelumnya. Total pendapatan penumpang per kilometer Agustus 2014 meningkat 5,9% dibanding Agustus 2013, realisasi tersebut lebih tinggi dari rekor kenaikan Juli 2014 sebesar 5,4% (yoy). Kapasitas penumpang udara pada Agustus meningkat 5,5% dan load factor 83,9% atau naik 0,3% dari Agustus 2013.
Investor Daily, Selasa 28 Oktober 2014, hal. 26