JAKARTA – Indonesia Petroleum Associaton (IPA) meminta pemerintah untuk menghentikan kriminalisasi industri migas. Hal ini terkait dengan putusan Mahkamah Agung terhadap karyawan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Bachtiar Abdul Fatah, yang dinyatakan bersalah terkait kasus bioremediasi.
Direktur Eksekutif IPA Dipnala Tamzil mengatakan, kriminalisasi tersebut membawa dampak luas bagi industri migas, serta berdampak negatif terhadap kebutuhan Indonesia untuk menarik investasi migas. Pasalnya, kejelasan hukum, kepastian hukum, dan kesucian kontrak (contract sanctity), merupakan landasan keberhasilan industri migas di Indonesia.
“Oleh karena itu, IPA meminta dengan hormat untuk merujuk penyelesaian kasus ini kepada mekanisme penyelesaian perselisihan yang telah diatur dalam PSC (Production Sharing Contract) yang menjadi landasan bagi operasi migas di Indonesia,” kata Dipnala dalam siaran pers, Senin (27/10).
Dipnala menuturkan, CPI beroperasi di bawah PSC yang merupakan suatu perjanjian hukum yang mengikat dengan Pemerintah Indonesia sesuai Undang-Undang Migas. Kontrak tersebut menyediakan mekanisme penyelesaian perselisihan secara perdata apabila ada pertanyaan seputar pelaksanaan proyek migas yang menyangkut penggantian biaya (cost recovery). Mekanisme ini telah ada sejak puluhan tahun dan telah mampu menyelesaikan berbagai perselisihan yang muncul dari kontrak antara pihak perusahaan dan Pemerintah Indonesia.
“IPA sangat prihatin atas putusan Mahkamah Agung terhadap Bachtiar. Ini perkembangan yang sangat memprihatinkan bagi industri migas dan bertentangan dengan mekanisme penyelesaian perselisihan sesuai PSC,” ujarnya.
Dikatakannya industri hulu migas adalah sektor yang diatur sangat ketat dan setiap aktivitasnya didasarkan pada proses baku, tinjauan, dan persetujuan SKKMigas serta lembaga negara terkait. Kegiatan ini juga di audit secara teratur oleh auditor pemerintah. Sesuai dengan amanat UU lingkungan, semua perusahaan migas mengemban kewajiban untuk menjalankan operasi yang selamat, handal, dan ramah lingkungan.
Menurutnya untuk memenuhi kewajiban tersebut, program bioremediasi CPI merupakan pionir dan telah menciptakan standar bagi industri serta menjadi rujukan yang diikuti oleh perusahaan-perusahaan lain di Indonesia. Dalam melaksanakan proyek ini, CPI telah menanggung seluruh biaya proyek dan tidak ada penggantian dari pemerintah sehingga tidak ada kerugian negara terkait proyek ini.
Berlanjutnya kasus bioremediasi sebagai kasus pidana juga telah menimbulkan kecemasan dan ketakutan diantara para pekerja migas serta perusahaan yang mempekerjakan mereka. “Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan industri untuk terus menghasilkan energi dan pendapatan bagi negara yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Saat ini anggota IPAmenyumbang hampir seluruh produksi migas nasional,” tuturnya.
Dia menegaskan IPA dan seluruh anggotanya berkomitmen untuk tetap beroperasi dengan menjunjung tinggi etika dan integritas usaha, serta mematuhi seluruh peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia. IPA dan seluruh anggotanya mempromosikan tata kelola usaha yang baik (good corporate governance), tidak hanya di sektor migas tetapi juga di seluruh lingkup komunitas usaha di Indonesia. (rap)
Investor Daily, Selasa 28 Oktober 2014, hal. 9