Tawaran Pertama Divestasi Tambang Harus ke Pemerintah

JAKARTA – Pemerintah menegaskan pelepasan (divestasi) sahamdi sektor mineral dan batubara harus ditawarkan ke pemerintah terlebih dahulu, tidak langsung ditawarkan ke publik melalui skema pencatatan saham perdana atau initial public offering (IPO).
Pernyataan ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Mineral dan BatubaraKementerianEnergidanSumber Daya Mineral (ESDM) R Sukhyar terkait Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00100/ BEI/10-2014. Keputusan itu disebut bertujuan meningkatkan investasi sektor mineral dan batubara.
“Kita mesti hati-hati kalau kaitannya industri sumber daya alam (resources industry) seperti pertambangan. Divestasinya kepada pemerintah dulu, tidak bisa ujugujug IPO,” kata Sukhyar di Jakarta, pekan lalu.
Sukhyar menuturkan, ketentuan mengenai divestasi sudah diatur dalam revisi Peraturan Pemerintah No 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Ketentuan pelaksananya akan tertuang dalam revisi PeraturanMenteri ESDMNo 27 tahun 2013 tentang Tata Cara dan Penetapan Harga Divestasi Saham serta Perubahan Penanaman Modal di Bidang Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Menurut dia, revisi peraturan itu nantinya memuat mekanisme divestasi, yakni ditawarkan terlebih dahulu kepada pemerintah pusat dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Apabila BUMN tidak ada yang berminat, maka ditawarkan ke pemerintah daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Apabila BUMD tidak tertarikmembeli saham tersebut maka baru ditawarkan ke pihak swasta.
Divestasi dilakukan setahun pasca diterbitkannya revisi PP 23/2010. Namun hingga saat ini, peraturan itu belum diterbitkan oleh pemerintah. “Untuk harga saham yang ditawarkan harus wajar bukan market value. Kalau pembelinya pemerintah harganya spesial. Nanti akan diatur dalam Permen ESDM,” ujarnya.
Lebih lanjut Sukhyar meminta para investor cermat dalam membeli saham perusahaan pertambangan. Beberapa hal yang harus dicermati yakni memastikan jumlah cadangan terbukti, ketertiban pelaporan pembayaran pajak dan royalti, hingga kinerja keuangannya. Untuk mengetahui jumlah cadangan terbukti, maka masyarakat harus mengetahui apakah perusahaan pertambangan itu sudah selesai melaksanakan kegiatan eksplorasi. Pasalnya ketika eksplorasi belum dilakukan, maka jumlah cadangan terbukti sulit dipastikan.
“Kita harus melindungi masya­ rakat supaya tidak terkecoh dan dirugikan setelahmembeli saham,” tegas Sukhyar.
Berdasarkan aturan BEI terbaru, calon perusahaan tercatat harus memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi. Status perusahaan per tambangan itu telah menjalankan tahapan penjualan, telah melaksanakan tahapan produksi namun belum sampai penjualan, atau belum memulai tahapan operasi produksi.
+Aturan itu juga menyebutkan jumlah aset berwujud bersih (net tangible asset) dan biaya eksplorasi yang ditangguhkan sejumlah paling kurang Rp 100 miliar untuk Papan Utama atau Rp 5 Miliar untuk Papan Pengembangan. Kemudian juga memiliki cadangan terbukti (proven reserve) dan terkira (probable reserve) berdasarkan laporan pihak kompeten, memiliki sertifikat clear and clean serta memiliki studi kelayakan. Aturan ini mulai berlaku pada 1 November mendatang. (rap)
Investor Daily, Selasa 28 Oktober 2014, hal. 9

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.