JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) segera mengeluarkan keputusan menteri (KM) terkait pengelolaan bandar udara oleh badan usaha swasta setelah terpilihnya Menteri Perhubungan yang baru. Dengan begitu, diharapkan aturan menteri sebagai turunan dari UU No 1/2009 tentang Penerbangan tersebut sudah dapat diterbitkan pada bulan depan.
Kepala Biro Hukumdan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Perhubungan Umar Aris me negaskan, keputusan menteri tersebut akan mengatur lebih teknis mengenai operasional kebandaraan. “Jadi nanti ada dua macam aturan turunan dari UU Penerbangan. Per tama, adalah aturan umum soal Badan Usaha Bandar Udara. Kedua akan ada aturan yang khusus untuk pengaturan bandara, di mana akan diatur batasan-ba tasannya,” jelas dia di Jakarta, Senin (20/10).
Aturan pengelolaan keban darudaraan oleh badan usaha ini diperlukan menyusul adanya keinginan dari Lion Group un tuk mengoperasikan Bandara Halim Perdanakusuma, yang saat ini masih dikelola oleh PT Angkasa Pura II. Namun begitu, aturan pengelolaan operasional kebandaraan masih menunggu tanda tangan dari Menteri Per hubungan yang baru di bawah Presiden Joko Widodo.
Tunggu Aturan
Dalam kesempatanyangsama, Direktur Kebandar udaraan Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub Bambang Tjahjono mengatakan, kepastian Lion GroupmengoperasikanBandara Halim Perdanakusuma masih menunggu aturan turunan ter sebut disahkan. Pasalnya, izin pengoperasian Halim masih di pegang oleh PT Angkasa Pura II selaku operator bandara.
“Lion Group memang punya hak kelola 21 hektare lahan ter masuk terminal, apron, dan par kir. Tapi dia harus bikin anak usaha, harusmengajukan sebagai badan pengelola bandar udara. Setelah dapat izin dan kuat secara hukum, baru bisa mengelola Halim,” jelas Bambang.
Dia juga menjelaskan, sebe nar nya Lion Group sudah mengajukan badan usaha yang dimaksudmelalui anakusahanya, yakni PTAngkasa Transportindo Selaras (ATS) sejak Agustus lalu keKemenhub. Namun, regulator belum bisa mengeluarkan keputusan karena proses hukum dan sertifikasi belum semua terpenuhi oleh Lion Group.
“Lion Group sudah mengaju kan badan usaha bandar uda ra, tapi belum bisa kami pro ses. Karena mereka har us menang dahulu di Mahkamah Agung. Lion Group juga se dang melengkapi persyaratan lainnya, berupa personel yang bersertifikat, peralatan yang bersertifikat, dan SOP (standard operational procedure) yang jelas. (Itudiperlukan) karenakami tidak menyentuh hukum, tapi perizinan bandara,” kata Bambang.
Setelah memenuhi persya ratan, sambungnya, Lion Group harus melakukan pembicaraan resmi dengan PT Angkasa Pura II yang hingga saat ini masih mengelola Halim. Itu agar tidak terjadi sengketa di antara kedua belah pihak.
Belum Bersertifikat
Sebe l umny a , Bamb a ng menjelaskan kesepakatan pe ngelolaan Bandara Halim antara Ditjen Perhubungan Udara dan TNI AU yang ditandatangani pada 1997 sudah selesai pada 2002 dan tidak diperpanjang. Selanjutnya, pada 2006 Lion Group dan Induk Koperasi TNI AU (Inkopau) membentuk per usahaan joint venture PT ATS. Kedua pihak juga bersepakat mengelola aset bandara Halim pada 2006 dan berlaku hingga 25 tahun dan bisa diperpanjang.
“Meskipun kesepakatan ter sebut sudah terjadi, PT ATS belum bisa mengoperasikan Bandara Halim disebabkan belum memiliki sertifikat pe ngelolaan bandara. Selain itu belum ada UU No 1/2009 ten tang Penerbangan, yang me nyebutkan swasta boleh me ngelola bandara, sehingga untuk sementara pengelolaan Bandara Halim masih dipegang oleh PT Angkasa Pura II,” katanya.
Di sisi lain, Bambang menga takan penerbangan di Bandara Halim Perdanakusuma masih tetap terbatas, meskipun in frastruktur bandara sudah di kembangkan dan daya tampung (kapasitas) diperbesar hingga 12 juta penumpang per tahun se perti direncanakan Lion Group.
“Halim sekarang memang bisa dibuat menjadi bandara umum, tapi tetap terbatas ka rena ada penerbangan TNI AU, latihan militer, private jet, dan penerbangan kepresidenan. Maka solusinya nanti kami akan bangun Bandara Karawang,” pungkas Bambang.
Sebelumnya, Direktur Umum Lion Air Edward mengatakan, rencananya Halim akan dikelola oleh ATS dengan komposisi kepemilikan 80% Lion Group dan 20% Inkopau dengan masa pengelolaan selama 25 tahun sejak 2006. Kontrak tersebut dapat diperpanjang dan jika kontraknya habis maka aset tersebut akan dikembalikan ke pemerintah atau TNI AU.
“Langkah yang diambil oleh Lion Group ini sudah sesuai hukum, berdasarkan pada UU Penerbangan, di mana ada pasal yangmenyebutkan bahwa badan hukum Indonesia diperbolehkan mengelola atau sebagai operator bandara,” ujar dia.
Sementara itu, Direktur Uta ma PT Angkasa Pura (AP) II Tri S Sunoko mengatakan, perseroan akan menunggu keputusan pemerintah terkait pengembangan Bandara Ha lim oleh grup Lion. Apalagi, pihaknya juga belum menerima pernyataan resmi dari Grup Lion yang berencana mengem bangkan dan mengambil alih pengelolaan Bandara Halim
“Dulu memang ada pembica raan informal denganGrup Lion, tapi masih bersifat tidak serius. Tapi intinya hingga saat ini AP II masih mengelola Halim, karena sesuai peraturan, pemerintah yang menunjuk kami sebagai operator Halim,” ujar dia.
Lebih lanjut, kataTri, pihaknya sudah mengeluarkan banyak investasi untuk pengembangan Halim sehingga harus ada pe ngembalian investasi, jika pe ngelolaan bandara diserahkan ke Grup Lion. “Investasi sudah pasti ada setiap tahunnya un tuk pengembangan Bandara Halim. Karena AP II adalah korporasi, jadi jelas harus ada perhitungannya nanti, berapa yang harus dikembalikan ke AP II,” ujar dia.
Investor Daily, Rabu 22 Oktoner 2014, hal. 6