BANDUNG – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meluncurkan roadmap (Peta Jalan) Kebijakan Gas Bumi Nasional hingga 2030. Di dalamnya antara lain berisi pengelompokan 12 wilayah berdasarkan lokasi pasokan dan kebutuhan gas nasional.
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan ada lima hal yang menjadi pembahasan utama dalam penyusunan peta jalan itu yakni masalah suplai, kebutuhan, infrastruktur, regulasi serta perhitungan harga gas.
“Kebijakan gas nasional penting agar pemanfaatan gas bisa optimal dalammengurangi ketergantungan BBM (bahan bakar minyak),” kata Susilo dalam peluncuran Peta Jalan Kebijakan Gas, di Bandung, akhir pekan lalu.
Susilo menuturkan 12 wilayah itu yakni Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera bagian Utara, Sumatera bagian Selatan dan Tengah, Kepulauan Riau, Jawa bagian Barat, Jawa bagian Tengah, Jawa bagian Timur, Kalimantan bagian Timur, Sulawesi bagian Selatan dan Tengah, Papua dan Maluku bagian Selatan. Dia bilang dalam penyusunan peta jalan itu masing-masing instansi memiliki tugas antara lain Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bertanggung jawab memetakan produksi untuk periode 2014-2030.
“Termasuk prakiraan produksi lapangan yang ada, lapangan yang sedang dibangun dan akan diba ngun serta yang sudah ditemukan tapi belum diapa-apakan,” jelasnya.
Dia mengatakan, pemetaan kebutuhan dalam negeri seperti untuk industri pupuk, pembangkit listrik serta sektor transportasi pun sudah dilakukan. Sebagai contoh untuk Jawa Barat, pemenuhan kebutuhas gas berasal dari floating storage regasification unit (FSRU) di Lampung dan Banten yang masing-masing memiliki kapasitas 240 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dan 150 MMSFD. Pada 2018 pasokan suplai gas mencapai 484,8 MMSCFD dari proyek on-going Hulu Jabar seba nyak 65,4 MMSCFD, dan proyek confirmed FSRU (ENI, IDD, Tangguh, ex Lampung) sebanyak 419,4 MMSCFD.
Sedangkan pasokan existing di 2018 sebesar 857,9 MMSCFD berasal dari existing Jabar 282,4 MMSCFD, impor dari Sumbagselteng melalui SSWJ sebanyak 435,5 MMSCFD dan impor dari Kalimantan bagian Timur melalui FSRU sebesar 140 MMSCFD.
Secara keseluruhan pasokan gas 2018 mencapai 1.342,8 MMSCFD. Di tahun itu kebutuhan gas sebesar 1.211,2 MMSCFD dengan rincian untuk industri pupuk dan petrokimia 48 MMSCFD, pembangkit listrik 405,5 MMSCFD, industri 725 MMSCFD, transportasi 33,8 MMSCFD dan gas rumah tangga 2 MMSCFD.
Memperhatikan kebutuhan da lam negeri semakin meningkat maka diperlukan pengembangan infrastruktur yang terukur dan terencana. Di dalampeta jalan ini dijelaskan penambahan infrastruktur dari tahun ke tahun, sebagai contoh jaringan pipaopen access pada 2013 baru mencapai 3.476 Kilometer. Pada 2014, jaringan pipaopen access ditargetkan bertambah menjadi 3.665 km, setahun berikutnya menjadi 4.229 km. Hingga 2020 jaringan pipaopen accessditargetkanmencapai 7.390 km.
“BPHMigas bertanggung jawab memastikan infrastruktur diba ngun. Pemerintah tidak bisa ba ngun tapi investor yang bangun. Kami berikan roadmapyang jelas,” ujarnya.
Lebih lanjut Susilo menyebut harga gas juga menjadi kunci untuk menarik minat para investor untuk mengoptimalkan pemanfaatan gas dalam negeri. Dia tidak menyebut dalam peta jalan tidak ada besaran harga patokan. Akan tetapi berupa formula penyusunan harga gas. Untuk mencegah agregator gas dan trader gas memetik keuntung an berlebihan yang memberatkan konsumen, maka pemerintah perlu mengeluarkan regulasi yang mengatur margin keuntungan perdagangan gas. Untuk pelanggan kecil atau rumah tangga, margin ditentukan oleh BPH Migas seperti yang berlaku sekarang. Untuk pelanggan besar ditentukan berdasarkan metodologi yang suda ada seperti rate of return. Sedangkan regulated trading margin yang diterapkan kepada BUMN akan dengan sendirinya merupakan batas atas margin badan usaha swasta. “Dengan begini maka pertengkaran pelaku usaha enggak ada karena semua punya playing fieldmasing-masing,” ujarnya.
Investor Daily, Senin 20 Oktober 2014, hal. 9