JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PT Vale Indonesia Tbk telah menyelesaikan penyusunan draf amendemen kontrak pertambangan. Penandatangan amendemen itu menunggu arahan dari Menteri Koordinator bidang Perekonomian Chairul Tanjung. Nantinya, amendemenkontrak tersebut akan menjadi acuan bagi amandemen kontrak perusahaan yang lain.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM R. Sukhyar mengatakan amendemen kontrak merupakan penjabaran dari kesepakatan renegosiasi. Penyusunan draf itu melibatkan kedua belah pihak yakni ESDM dan Vale. “Vale menjadi satu-satunya draf yang selesai. Saya mau lapor pak Menko dulu apakah bisa ditandatangani segera atau engga,” kata Sukhyar kepada Investor Daily di Jakarta, Rabu (15/10).
Sukhyar menuturkan pihaknya juga melakukan penyusunan draf amendemen PT Freeport Indonesia dan PT Adaro Indonesia Tbk. Namun diperkirakan draf amendemen itu tidak bisa segera selesai.
Sama halnya dengan dalam proses renegosiasi, ketika PT Freepor t Indonesia menyepakati renegosiasi maka pemegang Kontrak Karya lain mengikuti. “Walaupun renegosiasi banyak yang selesai tapi kalauenggak ada yang diangkat jadi amendemen kontrak, malu juga kami. Kami ingin tunjukan amendemen bisa selesai. Kalau ini selesai maka yang lainnya akan mengikuti,” ujarnya.
Dia mengatakan, dalam draf amendemen Vale ada ketentuan yang menyebutkan perusahaan wajib mematuhi peraturan pemerintah yang berlaku dan perubahannya. Ketentuan itu sudah disepakati Vale dan menjadi terobosan lantaran revisi Peraturan Pemerintah No 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, serta revisi PP No 9 tahun 2012 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), belum terbit.
Dengan ketentuan itu maka penandatanganan amendemen kontrak tidak perlumenunggu terbitnya revisi kedua PP tersebut. Nantinya amendemen itu akan dituang dalam dua bahasa yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Paul Lubis menambahkan revisi PP 23 berisi mengenai kelanjutan operasi pertambangan dalam bentuk Izin Usaha PertambanganKhusus (IUPK) dan besaran divestasi saham pertambangan.
“Tidak ada lagi perpanjangan kontrak. Apabila pemerintahmemutuskan kelanjutan operasi kepada perusahaan tambang maka dalam bentuk IUPK,” ujarnya.
Sedangkan mengenai divestasi, lanjut Paul, dalam revisi itu menyebutkan ketentuan bagi perusahaan tambang yang dimiliki pihak asing. Bagi perusahaan yang hanya melakukan kegiatan pertambangan maka divestasi sebesar 51%. Untuk pelaku pertambangan yang melakukan kegiatan pertambangan serta mengoperasikan smelter atau terintegrasi maka divestasi mencapai 40%. Sedangkan perusahaan yang mengoperasikan tambang dengan metode tambang bawah tanah (underground) kewajiban divestasinya hanya 30 %. Berdasarkan ketentuan itumaka divestasi Vale sebesar 40%. Sementara itu revisi PP 9, kata Paul, berisi penerimaan negara antara lain dalam bentuk royalti.
Untuk komoditas mineral mengatur kenaikan royalti misalnya bagi nikel apabila harga menyentuh US$ 21 ribu per ton maupun kenaikan royalti batubara bagi peme gang IUP. Dalam proses renegosiasi Vale menyepakati kenaikan royalti nikel matte dari 0,9% menjadi 2% serta menyetujui kenaikan royalti menjadi 3% apabila harga mencapai US$ 21 ribu per ton. “Kenaikan royalti itu ada dalam revisi PP 9,” tuturnya. (rap)
Investor Daily, Kamis, 16 Oktober 2014, hal. 9