JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menandatangani revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 24 Tahun 2012 tentang perubahan PP No 23 Tahun 2010 tentang Kegiat an Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Salah satu klausul dalam revisi itu terkait besaran divestasi yang bervariasi bagi perusahaan pertambangan asing.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ad Interim Chairul Tanjung mengatakan draft revisi PP tersebut sudah berada di meja Pre siden. “(Draf revisi PP) sudah di tangan Presiden, Insya Allah 1-2 hari ini bisa ditandatangani,” kata Chairul di Jakarta, Kamis (2/10).
Chair ul menjelaskan peratur an pemerintah itu tidak menjadi penghalang bagi pihaknya untuk menandatangani amendemen kontrak per tambangan. Menurutnya sebelum PP itu terbit, penandatanganan amendemen kontrak masih bisa dilakukan lantaran mengacu pada peraturan sebelumnya.”Tanpa itupun (revisi PP) amendemen kontrak bisa ditandatangani. Asal sudah selesai (renegosiasi) seluruhnya, sudah bisa dilakukan,” tuturnya.
Dia mengatakan, tidak semua pemegang Kontrak Kar ya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) bakal menandatangani amendemen kontrak. Pasalnya amendemen itu tidaklah mendesak untuk dilakukan pada pemerintahan saat ini. “Kami se rahkan kepada pemerintah yang akan datang. Jadi mungkin enggak banyak yang bisa ditandatangani,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM R Sukhyar menjelaskan mengatakan divestasi yang diatur dalam revisi PP itu berisi ketentuan bagi perusahaan tambang yang dimiliki pihak asing.
Bagi per usahaan yang hanya melakukan kegiatan pertambangan maka divestasi sebesar 51%. Untuk pelaku pertambangan yang melakukan kegiatan pertambangan serta mengoperasikan smelter atau terintegrasi maka divestasi mencapai 40%. Sedangkan perusahaan yang mengoperasikan tambang dengan metode tambang bawah tanah (underground) kewajiban divestasinya hanya 30 %.
Selain itu, lanjut Sukhyar, revisi PP tersebut mengatur tentang wilayah pencadangan negara (WPN), apabila wilayah tersebut akan diusahakan menjadi wilayah usaha pertambangan khusus (WUPK) akan dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat. WUPK itu akan ditawarkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kemudian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan badan usaha swasta. Namun yang menjadi prioritas kepada BUMN. “KalauWPNdiusahakanmaka unit bisnis negara yakni BUMN yang diprioritaskan, atau BUMN-BUMD bisa kerjasama,” ujarnya. (rap)
Investor Daily, Jumat 3 Oktober 2014, hal. 9