JAKARTA, KOMPAS — Kalangan serikat buruh mengkritik Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Pensiun yang menggabungkan mengenai iuran dan manfaat program dengan alasan penyederhanaan. Pemerintah sebaiknya memisahkan aturan tentang iuran dan manfaat jaminan pensiun sesuai amanat Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial supaya lebih komprehensif.Hal ini mengemuka dalam rapat pembahasan RPP Jaminan Pensiun yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta, Selasa (30/9).
Rapat dipimpin Direktur Pengupahan dan Jamsos Kemenakertrans Wahyu Widodo serta dihadiri Presidium Komite Politik Buruh Indonesia (KPBI) Indra Munaswar dan Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar. Selain itu, juga dihadiri Direktur Lembaga Analis Kebijakan dan Advokasi Perburuhan (Elkape) German E Anggent, pakar hukum Universitas Katolik Atma Jaya Daniel Yusmic, dan Ketua Departemen Hukum Konfederasi Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Musrianto.
”Penggabungan aturan iuran dan manfaat itu melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004. Ini hal prinsip yang tidak bisa disederhanakan begitu saja,” kata Daniel.
Tidak menutup-nutupiIndra meminta Kemenakertrans tidak menutup-nutupi proses penyusunan draf RPP Jaminan Pensiun yang menyebabkan publik kesulitan memberikan masukan. ”KPBI sudah menyiapkan draf sandingan agar RPP Jaminan Pensiun lebih komprehensif,” ujar Indra.
Timboel membandingkan proses penyusunan RPP Jaminan Pensiun yang tertutup dengan aturan Jaminan Kesehatan
Nasional oleh Kementerian Kesehatan yang terbuka. Timboel meminta proses harmonisasi RPP Jaminan Pensiun dihentikan untuk diperbaiki kembali. (HAM)
Kompas 01102014 Hal. 20