Jokowi Akan Bangun 2 Kilang Minyak, Penaikan Harga BBM di Bawah 30% Bisa Diterima Masyarakat

JAKARTA – Penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di bawah 30% dari harga saat ini dinilai tidak akan memberikan dampak siginfikan terhadap publik dan bisa diterima oleh masyarakat. Harga BBM bersubsidi jenis premium saat ini Rp 6.500 per liter dan solar Rp 5.500 per liter. Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Danang Parikesit mengatakan, secara teoretik, penaikan harga BBM yang tidak memberikan dampak signifikan adalah sebesar kurang dari 30%. Sedangkan penaikan di atas 30% secara psikologis akan menyebabkan perspektif negatif. “Artinya kita akan bicara harga BBM bersubsidi akan menjadi sekitar Rp 8.000-9.000 per liter. Kalau secara inflasi, saya menyarankan untuk segera melakukan migrasi ke angkutan masal dan menyederhanakan perizinan di sektor transportasi sehingga biaya logistik berkurang dan harga komoditi terjaga,” kata Danang kepadaInvestor Daily, Sabtu (30/8).
Dihubungi terpisah, pengamat energi dari Universitas Indonesia Iwa Garniwa mengatakan, penaikan harga BBM merupakan upaya untuk menyelamatkan keuangan negara. Tapi, penaikan itu lebih baik dilaku­ kan secara berkeadilan berdasarkan wilayah atau region. Artinya, besaran penaikan harga BBM tidak berlaku rata dari Sabang sampai Merauke.
“Kenaikan harga BBMharus meng­ acu kepada kemampuanmasyarakat di setiap daerah. Ini namanya kenaikan harga berkeadilan,” kata Iwa. Dia menuturkan, per tumbuhan ekonomi setiap wilayah di Indonesia tidak sama. Sebagian besar terpusat­ kan di Pulau Jawa.
Oleh sebab itu, dia berpendapat penaikan harga BBM di wilayah Jawa akan lebih tinggi dibanding wilayah Sumatera, Kalimantan maupun Papua. Menurut Iwa, dengan mekanisme ini masyarakat akan lebih memahami keinginan pemerintah untuk menaik­ kan harga BBM, sedangkan besaran­ nya bisa mengacu pada data statistik setiap daerah. “Penaikan harga dilaku­ kan secara bertahap atau sekaligus, hal itu diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah,” ujar dia.
Di sisi lain, Iwa mengingatkan pemerintah untuk memberi kompen­ sasi dampak kenaikan harga BBM tidak hanya kepada masyarakat tidak mampu, tapi juga kepada industri kecil-menengah serta transportasi. “Ini akan meredam gejolak karena subsidi diberikan langsung kepada yang berhak,” ujar dia.
Sebelumnya, Deputi Tim Transisi Andi Widjajantomengungkapkan, Tim Transisi tengah menyiapkan simulasi penaikan harga BBM bersubsidi, dari Rp 500, Rp 1.000, Rp 1.500, dan Rp 3.000 per liter. “Ada juga simulasi waktunya, apakah diasumsikan Pre­ siden SBY akan melakukannya. Kalau tidak, Pak Jokowi (presiden terpilih) yang akan menaikkan harga BBM,” kata dia, pekan lalu.
Andi menambahkan, Tim Transisi juga akan menyiapkan skenario banta­ lan sosial, khususnya bagi masyarakat bawah agar tak terimbas penaikan harga BBM bersubsidi. “Akan ada kebijakan sebelum, sesaat, dan sesu­ dah harga BBMbersubsidi dinaikkan. Misalnya revitalisasi pasar tradisional, membangun puskesmas, atau menye­ diakan dokter. Begitu pula di sektor pendidikan. Jadi, ada kompensasi yang nyata dirasakan masyarakat,” papar dia.
Di sisi lain, wapres terpilih Jusuf Kalla (JK) menegaskan, tidak terlalu sulit untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. “Yang penting dijelaskan secara menyeluruh kepada masya­ rakat alasan-alasannya. Selama ini kan subsidi BBM salah sasaran karena sebagian besar dinikmati pemilik kendaraan bermotor. Seharusnya, yangmenikmati subsidi adalahmasya­ rakat miskin,” tegas dia.
JK yakin selama disoalisasikan dengan baik, penaikan harga BBM bersubsidi tidak akan memicu gejolak sosial. “Selama dijelaskan dengan baik, tak ada keberatan dari ma­ sya­rakat. Simpel sekali seperti itu. Me­mang dibutuhkan ketegasan. InsyaAllah kami akan siap mengatasi masalah krusial seperti itu,” ucap dia.
Baik Jokowi, JK, maupun Tim Transisi tidak merinci kapan harga BBMbersubsidi dinaikkan dan berapa dana yang bisa dihemat jika harganya dinaikkan Rp 500, Rp 1.000, Rp 1.500, dan Rp 3.000 per liter. Ketika didesak tentang hal itu, Jokowi dan JK menga­ takan, kepastian penaikan harga BBM bersubsidi harus menunggu pelanti­ kan presiden dan wapres terpilih pada 20 Oktober mendatang.
Secara terpisah, Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengemuka­ kan, jika pemerintahan baru (efektif bekerja mulai 20 Oktober 2014) menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 1.000 per liter, negara bisa menghemat anggaran Rp 48 triliun. “Kalau Rp 2.000 per liter, saving-nya Rp 96 triliun,” ujar dia.
Semakin tinggi harga BBM ber­ subsidi dinaikkan, menurut Chatib, anggar­an yang bisa dihemat sema­ kin besar. Dengan demikian, akan semakin besar pula dana yang bisa dialokasikan untuk program pengen­ tasan kemiskinan dan membiayai sektor-sektor produktif.
“Bila harga BBM bersubsidi dinaik­ kan Rp 2.000 per liter menjadi Rp 8.500 per liter, defisit anggarannya menjadi 1,32% terhadap PDB,” tutur Chatib yang mengaku sangat mendukung penaikan harga BBM bersubsidi.
Subsidi BBM ter us membeng­ kak akibat meningkatnya konsumsi. APBN-Perubahan 2014 mematok subsidi BBM tahun ini sebesar Rp 246,5 triliun atau 13,13% terhadap total belanja negara. Sedangkan dalam RAPBN 2015, subsidi BBMditetapkan Rp 291,1 triliun atau 14,4% terhadap total belanja negara.
Satu Paket Kebijakan
Danang Parikesit mengatakan, masalah BBM terkait erat dengan kebutuhan untuk sektor transportasi. Sehingga, ketika subsidi dihilangkan, harus ada yang dikembalikan ke program transportasi publik. Dengan demikian, masyarakat akan melihat bahwa pemerintah mengenali kebija­ kan transportasi dan kebijakan energi merupakan satu paket kebijakan yang harus dilakukan secara terintegrasi.
Dia menilai kebijakan penghematan konsumsi BBM bersubsidi melalui penerapanradio frequency identification (RFID) di kendaraan perlu ditinjau kembali karena selama ini kebijakan tersebut tidak ada kelanjutannya. “Ke­ bijakan ini sangat terburu-buru sehing­ ga terlihat hanya fokus pada program pengadaan teknologi tanpa diketahui kemanfaatannya secara luas,” ucap dia.
Danang menyebut prospek yang lebih besar sebenarnya ada pada kon­ versi BBM ke BBG dan fuel blending policy. Kebijakan ini secara bersa­ ma-sama menurunkan kebutuhan BBM subsidi dan pada saat yang sama mendorong industri dalam negeri. Ke­ bijakan BBG terutama untuk transpor­ tasi perkotaan dan kebijakandual fuel truk antarkota akan juga memberikan dampak lingkungan, termasuk udara bersih yang signifikan.
“Jatah BBM bersubsidi tahun ini adalah 46 juta kiloliter. Namun persoa­ lannya adalah fuel mix untuk 46 juta kiloliter ini apakah BBM atau juga ter­ masuk biofuel, tidaklah dilaksanakan secara konsisten,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara menilai perma­ salahan utama penaikan harga BBM bukan pada besaranmaupunmekanis­ menya, melainkan bagaimana peme­ rintah memberdayakan masyarakat tidak mampu.
Menurut Marwan, bantuan lang­ sung tunai (BLT) yang selama ini digunakan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak mendidik masyarakat. Seharusnya penghematan anggaran subsidi dari kenaikan harga tersebut digunakan untuk pemberdayaan masyarakat, misalnya diberi lahan untuk mempro­ duksi bahan bakar nabati (BBN). Pem­ berdayaan itu tidak hanya membuka peluang usaha tapi juga membantu pemerintah untuk menekan impor BBM. Dengan begitu, kebijakan man­ datori pencampuran BBN ke BBM akan berjalan maksimal.
Selain itu, Marwan menyebut ke­ naikan harga harus diiringi dengan program konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG). Pasalnya, selama ini program tersebut hanya baik di atas kertas namun lemah diimple­ mentasi. Dana penghematan subsidi bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur gas serta alat konversi (converter kit) yang terjangkau.
Dia menyebut programkonversi bu­ kan kali pertama terjadi di Indonesia. Kesuksesan programkonversi minyak tanah ke elpiji tabung 3 kilogram bisa dijadikan tolok ukur bagi pemerin­ tahan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). “Program pengembangan masyarakat dari dana penghematan subsidi yang kami cermati. Selain itu, perbanyak transportasi masal guna menekan konsumsi BBM,” jelas dia.
Bangun Dua Kilang
Sementara itu, presiden terpilih Joko­ wi akanmembangun dua ki­langminyak baru dengan kapasitas masing-masing mencapai 500.000 barel per hari (bph). Tujuannya untukmenekan impor BBM selama ini yang cukup besar.
“Pak Jokowi akan membangun kilang minimal dua kilang minyak baru kapasitas 300.000 hingga 500.000 barel per hari, kita akan bangun,” kata Anggota Komisi VII dari Fraksi PDI-Perjuangan Effendi Simbolon, di Jakarta, Sabtu (30/8).
Effendi mengungkapkan, dua kilang minyak baru akan dibangun di dae­ rah Bontang, Kalimantan Timur dan satu lagi di Indonesia bagian Timur. Menurut dia, dua kilang minyak baru ini adalah rencana yang sudah ada sejak Presiden Susilo Bambang Yud­ hoyono (SBY), sayangnya hingga kini belum juga terealisasi.
“Di dalam pemerintahan SBY sudah dialokasikan, studi anggaran bahkan sudah ada dan Pertamina sudah me­ nyiap­kan dana, tetapi lagi-lagi katanya tidak ada stokcrude-nya, teknologinya juga nggak ada. Di Bontang dan In­ donesia Timur ini kita bangun untuk distribusi dan produksinya kita bisa tekan biaya yang tinggi. Tidak lagi harga jomplang karena dekat dengan end-user,” papar dia.
Selain membangun dua kilang mi­ nyakbaru, untukmenekan imporBBM, Jokowi juga akanmemaksimalkan ener­ gi non fosil yaitu dengan pemanfaatan energi berbasis gas dan BBN.
“Pokoknya kita berikan insentif, BBN untuk biodisel campuran kita paksa Pertamina ekuivalen dengan pe­ rusahaan sejenis harus meningkatkan campuran bukan hanya 10% tetapi 40% sehingga biodiesel ini bisa bersaing dengan BBM yang diimpor. Sawit itu selain untuk CPO juga bisa dibuat bahan bakar,” jelas dia. (jn)
Investor Daily, Senin 1 September 2014, hal. 1

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.