GUANGZHOU, KOMPAS — Garuda Indonesia menerapkan tarif tunggal (single fare) dari beberapa bandara di Tiongkok ke sejumlah kota di Indonesia. Penerapan tarif tunggal ini diharapkan dapat mendongkrak laju kunjungan wisatawan dari Tiongkok tidak hanya ke Bali, tetapi juga ke beberapa lokasi pariwisata di Indonesia.”Kami menerapkan tarif tunggal ini baru dua bulan berjalan. Belum ada dampak signifikan, tetapi kami berharap kebijakan ini akan memicu kunjungan turis asal Tiongkok,” ujar Dharmawan Juliardy, Manajer Umum Garuda Indonesia di Guangdong, Sabtu (30/8), di Guangzhou.
Wartawan Kompas, Mohammad Bakir, melaporkan, tarif penerbangan pulang balik dari Guangzhou dan Beijing ke Jakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, dan Semarang sebesar 2.375 yuan atau sekitar Rp 4,5 juta. Tarif itu tergolong murah dibandingkan jika setiap penumpang harus menambah lagi ongkos penerbangan domestik di Indonesia.
”Saya kira dari segi harga sudah cukup kompetitif. Apalagi, untuk penerbangan dari Beijing, kami sediakan layanan visa di pesawat. Sekali lagi dampaknya belum terlihat signifikan, tetapi kami harus terus berusaha dengan promosi yang cukup massif,” tambahnya.
Roy Tan dari Astrindo Travel menambahkan, upaya promosi wisata tidak boleh hanya berhenti dengan mengikuti pameran pariwisata seperti China International Travel Mart.
”Kerja keras seluruh instansi di dalam negeri harus terus diupayakan. Harus ada satu pandangan antara pelaku atau industri pariwisata dan kebijakan pemerintah pusat dan daerah,” katanya.
Roy berharap, biro perjalanan di Indonesia tidak hanya menjual obyek wisata luar negeri kepada masyarakat Indonesia tanpa memikirkan bagaimana menarik mereka ke dalam negeri. ”Ini yang saya rasakan kurang dari biro perjalanan kita. Harus ada kerja sama yang saling menguntungkan di antara pelaku industri pariwisata,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu mengatakan, promosi tujuan wisata di Indonesia semestinya lebih mengedepankan aspek sejarah.
”Kita sudah punya hubungan dengan Tiongkok selama ratusan tahun dan puncaknya apa yang kita kenal dengan Laksamana Cheng Ho. Selama ini tujuan wisata yang dikenal hanya Bali, padahal ada Semarang yang dari segi sejarah sangat dekat dengan masyarakat Tiongkok,” katanya.
Liu hwa Cung, warga Guangzhou, mengatakan, bagi masyarakat Guangdong, Indonesia adalah Bali. ”Saya pernah ke Indonesia selama 10 hari. Tujuan utamanya, ya, Bali. Bagi orang Guangdong, belum ke Indonesia kalau belum ke Bali,” katanya.
Apakah tidak ada keinginan untuk mengunjungi tujuan wisata lain di Indonesia? ”Saya sebenarnya ingin, tetapi untuk orang seperti saya terlalu mahal,” ujarnya.
Kompas 01092014 Hal. 19
Wartawan Kompas, Mohammad Bakir, melaporkan, tarif penerbangan pulang balik dari Guangzhou dan Beijing ke Jakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, dan Semarang sebesar 2.375 yuan atau sekitar Rp 4,5 juta. Tarif itu tergolong murah dibandingkan jika setiap penumpang harus menambah lagi ongkos penerbangan domestik di Indonesia.
”Saya kira dari segi harga sudah cukup kompetitif. Apalagi, untuk penerbangan dari Beijing, kami sediakan layanan visa di pesawat. Sekali lagi dampaknya belum terlihat signifikan, tetapi kami harus terus berusaha dengan promosi yang cukup massif,” tambahnya.
Roy Tan dari Astrindo Travel menambahkan, upaya promosi wisata tidak boleh hanya berhenti dengan mengikuti pameran pariwisata seperti China International Travel Mart.
”Kerja keras seluruh instansi di dalam negeri harus terus diupayakan. Harus ada satu pandangan antara pelaku atau industri pariwisata dan kebijakan pemerintah pusat dan daerah,” katanya.
Roy berharap, biro perjalanan di Indonesia tidak hanya menjual obyek wisata luar negeri kepada masyarakat Indonesia tanpa memikirkan bagaimana menarik mereka ke dalam negeri. ”Ini yang saya rasakan kurang dari biro perjalanan kita. Harus ada kerja sama yang saling menguntungkan di antara pelaku industri pariwisata,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu mengatakan, promosi tujuan wisata di Indonesia semestinya lebih mengedepankan aspek sejarah.
”Kita sudah punya hubungan dengan Tiongkok selama ratusan tahun dan puncaknya apa yang kita kenal dengan Laksamana Cheng Ho. Selama ini tujuan wisata yang dikenal hanya Bali, padahal ada Semarang yang dari segi sejarah sangat dekat dengan masyarakat Tiongkok,” katanya.
Liu hwa Cung, warga Guangzhou, mengatakan, bagi masyarakat Guangdong, Indonesia adalah Bali. ”Saya pernah ke Indonesia selama 10 hari. Tujuan utamanya, ya, Bali. Bagi orang Guangdong, belum ke Indonesia kalau belum ke Bali,” katanya.
Apakah tidak ada keinginan untuk mengunjungi tujuan wisata lain di Indonesia? ”Saya sebenarnya ingin, tetapi untuk orang seperti saya terlalu mahal,” ujarnya.
Kompas 01092014 Hal. 19