JAKARTA – Maskapai penerbangan berbiaya murah ( low cost carrier /LCC) Air Asia Indonesia merealisasikan 4,08 juta penumpang pada semester I-2014 atau naik 12% dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 3,64 juta penumpang. Realisasi tersebut tidak sesuai target awal akibat kebijakan pengurangan rute dan kapasitas penerbangan yang diterapkan maskapai menyusul tingginya biaya operasional mereka.
“Kenaikan jumlah penumpang (sebesar 12%) lumayan bagus tapi tidak sebagus harapan kami pada awal tahun. Itu karena ada rute dan kapasitas penerbangan yang kami kurangi dengan alasan biaya operasional yang sangat tinggi,” kata Direktur Utama Air Asia Indonesia Sunu Wi dyatmoko kepada Investor Daily di Tangerang, Banten, pekan lalu.
Sunu mengakui, pendapatan dari penumpang sebenarnya cukup besar, karena maskapai telahmenerapkan tambahan bia ya bahan bakar (fuel surcharge) untuk penerbangan niaga ber jadwal sesuai ketetapan pe merintah. Namun demikian, itu tetap tidak mampu menutup tingginya biaya operasional di rute-rute tertentu.
Kendati begitu, Sunu op timistis realisasi jumlah pe numpang dan pendapatan Air Asia Indonesia pada akhir tahun ini akan lebih baik dari tahun lalu. “Akhir 2014, kami optimistis target jumlah penumpang akan tercapai. Karena kami lihat perolehan kuartal III-2014 cukup bagus. Tapi kami tetap harus berhati-hati dengan realisasi kuartal IV,” papar dia.
Sunu menyebutkan, saat ini komposisi penumpang AirAsia Indonesia adalah 30% di rute domestik dan 70% di rute in ternasional. Maskapai akan berfokus pada pengembangan rute internasional dan regional, meskipun tetap menyasar rute domestik. Saat ini, AirAsia In donesia barumenerbangi empat pulau besar di Indonesia, yakni Sumatera, Jawa, Bali, dan Ka limantan. Untuk memperluas rute domestik, maskapai akan membuka penerbangan JakartaLombok pada November 2014.
Sebagai pemimpin pasar di segmen penerbangan inter nasional di negeri ini, AirAsia Indonesia ber upaya mem pertahankan pencapaian ter sebut, namun maskapai te tap akan mengembangkan pasar domestiknya. Hal itu karena RI merupakan negara kepulauan, sedangkan kondisi infrastruktur daratnya masih sulit berkembang.
“Saya kira moda transportasi penerbangan palingconvenience, dan AirAsia Indonesia akan mengambil kesempatan ini. No vember nanti, kami akan terbang ke Lombok, ini sebagai langkah awal kami menyasar market ke timur Indonesia,” jelas dia.
Sunu juga mengungkapkan, masyarakat cukup antusias untuk melakukan penerbangan ke daerah timur Indonesia. Namun demikian, AirAsia In donesia melakukan persiapan matang terlebih dulu dengan melakukan survei pasar guna memastikan wilayah yang di minati calon penumpang. Survei itu antara lain dilakukan untuk mengetahui di mana tujuan akhir penumpang yang terbang ke timur. Sebelumnya mas kapai pernah menerbangi rute Jakarta-Makassar, tapi karena Makassar bukan tujuan akhir atau hanya sebagai tempat tran sit, sehingga pasarnya tidak cukup baik. Akhirnya, maskapai terpaksa mengambil kebijakan rasional dan mengurangi rute ke timur tersebut.
“Jadi kalau mau terbang ke timur harus langsung sampai pa da tujuan akhir, misal langsung ke Papua. Karena jangan harap mereka akan mau terbang de ngan kita lagi dan mengambil connecting flight. Justru mereka akan pilih kompetitor (maskapai lain) yang terbang langsung ke sana,” ujar Sunu.
Maskapai Jadi Korban
Di sisi lain, Sunu juga me ngeluhkan besarnya biaya la yanan bandara (passenger ser vice charge/PSC) yang berlaku di bandara dalam negeri yang mengakibatkanminatmasyarakat untuk pergi dengan pesawat terbang menurun. Besarnya biaya yang juga dikenal dengan airport tax itu telah membebani penumpang, padahal tiket pesawat sudah dipatok dengan hargamurah. Diamencontohkan tiket pesawat sudah dibanderol Rp 500.000, namun PSC bisa mencapai Rp 250.000 atau setengah dari harga tiket.
“Saat ini, kami menyambut baik peran pemerintah me lalui PT Angkasa Pura I dan II yang telah menyiapkan in frastruktur airport secara baik untuk mengantisipasi lonjakan penumpang. Tapi sayangnya, mereka lakukan ini seperti bis nis biasa. Artinya mereka ber investasi sekian, harus kembali sekian,” papar dia.
Dia menambahkan, untuk mencapai target pengembalian investasi, airpor t tax yang dibebankan ke penumpang di patok di level tinggi. Padahal yang membuat semarak pe nerbangan di Indonesia adalah penumpangLCC, namunmereka menginginkan harga murah.
“Mestinya pemerintah jeli, PSC itu tidak bisa linier dengan investasi. Justru pendekatannya, pemerintah harus menurunkan PSC, supaya banyak orang yang bisa terbang sehingga revenue naik,” tutur dia.
Sunu punmenuturkan AirAsia Indonesia terpaksa menunda penambahan armada pesawat pada tahun ini, karena kondisi ekonomi nasional yang sedang buruk. Itu tercermin pada biaya operasional maskapai yang 70% di antaranya dalam mata uang dolar. Dengan depresiasi nilai tukar rupiah yang dalam , kata dia, itu sangat membebani maskapai. Belum lagi, kata dia, harga avtur dan biaya perawatan pesawat yang mahal. “Ini sangat menekan industri penerbangan secara umum, dan maskapai LCC khususnya,” ujar dia.
Bantah Terlalu Mahal
Di sisi lain, Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Laurensius Manurung membantah PSC disebut terlalu mahal ser ta memberatkan penumpang dan maskapai penerbangan. Besaran PSC sudah sesuai perhitungan perusahaandanaturanpemerintah.
“Kami punya jasa airpor t, selainitukamisudahberinvestasi un t uk pembangunan dan perbaikan fasilitas di bandara. Selain bagaimana investasi itu bisa dirasakan oleh penumpang, kami juga berupaya bagaimana investasi bisa kembali. Jadi logikanya, PSC sehar usnya tidak ada kaitannya terhadap minat orang untuk pergi dengan pesawat,” ujar Laurensius.
Investor Daily, Rabu 17 September 2014, hal. 6