Benih Sawit Lokal dan Impor Harus Diperlakukan Sama

JAKARTA – Forum Komunikasi Produsen Benih Sawit Indonesia (FKPBSI) meminta agar pemerintah memberikan perlakuan yang sama (equal treatment) antara benih sawit produksi dalam negeri dengan benih impor. Selama ini, pemerintah memberlakukan persyaratan yang begitu ketat atas dirilisnya varietas baru untuk benih sawit lokal, namun hal yang sama tidak diberlakukan pada benih sawit yang diimpor oleh perusahaan perkebunan asing.
Ketua FKPBSI Dwi Asmono men­ gatakan, seharusnya pemerintah memberikan perlakuan yang sama ke­ pada importir benih. Regulasi yang di­ terapkan terhadap industri benih sawit nasional hendaknya juga diberlakuan bagi importir benih. “Selama ini, ada perbedaan perlakuan pemerintah kepada produsen benih sawit dalam negeri dan importir yang notabene perusahaan perkebunan sawit asing,” ungkap Dwi di Jakarta, baru-baru ini.
Dwi Asmono mengatakan, peme­ rintah di antaranya memberikan persyaratan yang panjang dan tidak mudah bagi industri benih sawit dalam negeri yang akan merilis varietas baru. Yakni, harus mampu membuat program building, ada minimum requirements, syarat akses, fasilitas produksi, dan verifikasi lapangan. “Namun, persyaratan yang panjang tersebut tidak diberlakukan bagi produk impor. Pertanyaannya, apakah benih dari luar diperlakukan setara? Sepertinya tidak, itu hanya untuk benih sawit lokal,” kata Dwi.
Di sisi lain, kata Dwi Asmono, pemerintah juga memberikan porsi impor benih sawit cukup tinggi, sedikitnya 10% dari total kebutuhan benih sawit setiap tahunnya. Hal itu tidak seharusnya dilakukan pemerin­ tah, mengingat produksi benih dalam negeri saat ini cenderung cukup, bah­ kanberlimpah. “Logikanya, jikakomodi­ tas lain impornya besar karena kurang, sedangkan benih produksi benih sawit dalam negeri cukup dan distribusinya begitu lancar,” ungkap dia.
Dwi juga menjelaskan, regulasi bagi industri benih domestik di ne­ gara tetangga, seperti di Thailand danMalaysia, tidak seketat Indonesia. Beberapa kali produsen benih Indone­ sia mengikuti pameran di Malaysia, ternyata permintaan benih sawit Indonesia cukup tinggi. Tapi hingga kini benih Indonesia belum mampu masuk ke negeri Jiran itu. Kebutuhan benih di Malaysia masih cukup besar karena perkembangan perkebunan sawit di Sabah dan Serawak.
Karena itu, FKBSI meminta adanya dialog yang fundamental dengan pemerintah agar industri benih sawit digerakkan kembali. Industri benih sawit nasional saat ini sudah cukup berpengalaman. Agar industri benih sawit nasional mampu bertahan dalam jangka panjang diperlukan campur tangan pemerintah. “Misalnya, Pre­ siden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah bicara sawit di Brasil tetapi sampai sekarangmandek. Swas­ ta bisa bergerak membangun industri benih sawit, tetapi terbatas,” ujar dia.
Menurut dia, kondisi itu patut disayangkan. Sebab, kualitas dan keanekaragaman benih sawit Indo­ nesia tidak kalah dengan produk sejenis dari negara lain. Saat ini, ada 39 varietas benih sawit lokal yang telah beredar di dalamnegeri. Produksi pun cukup berlimpah. Pada 2013, produksi mencapai 130 juta kecambah. Hanya saja, dengan minimnya ekspansi ke­ bun sawit nasional, tahun ini produksi benih kemungkinan hanya 100 juta kecambah.
Sesuai Ketentuan
Sementara itu, Direktur Tanaman TahunanDitjen PerkebunanKemente­ rian Pertanian (Kementan) Herdrajat Natawijaya mengakui memang ada ketentuan dalam UU Penanaman Modal Asing (PMA) yangmewajibkan agar investor asing diberi kemudahan atau fasilitas, termasuk untuk menda­ tangkan benih sawit dari luar negeri. Di dalam aturan itu juga disebutkan, impor benih sawit diperbolehkan se­ banyak 10%. “Hanya saja, persentase itu dari total produksi dalam negeri. Dan faktanya, realisasi impor setiap ta­ hun kurang dari 10% karena ekspansi lahan perkebunan sawit juga kurang,” ungkap Herdrajat.
Nantinya, menurut dia, pihaknya akan terbit peraturan menteri perta­ nian (permentan) baru yang menga­ tur benih sawit. Permentan baru itu diterbitkan karena benih sawit dinilai berbeda dengan jenis benih lainnya. Saat ini, produktivitas tanaman sawit nasional rata-rata 20-30 ton tandan buah segar (TBS) per hektare (ha). Tahun depan, Kementan berencana memberikan bantuan benih unggul kepada petani yang salah memilih benih ilegal. “Dengan begitu, produk­ tivitas tanaman sawit petani sama de­ ngan perusahaan swasta atau BUMN,” kata dia.
Investor Daily, 10 September 2014, hal. 6

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.