Kapasitas Priok Cukup Hingga Diatas Tahun 2035: Pelabuhan Cilamaya Tak Perlu Dibangun

JAKARTA – Rencana pembangunan pelabuhan baru di Cilamaya, Karawang, Jawa Barat sebaiknya tidak dilanjutkan. Selain lokasi Pelabuhan Cilamaya yang berdekatan dengan kegiatan produksi minyak dan gas bumi (migas) Pertamina, permasalahan kemacetan (kongesti) arus petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dapat diatasi dengan membenahi akses jalan dari dan ke pelabuhan.
Sedangkan dari sisi kapasitas, PTPelindo II (IPC) sedangmem­ perluas Tanjung Priok hing­ga berkapasitas 28 juta twenty-foot equivalent units (TEUs) atau cukup untuk mengantisipasi per­tumbuhan arus peti kemas hing­ga di atas tahun 2035.
“Kalaupun nanti kapasitas ter­sebut penuh, pengembangan Pe­labuhan Priok masih bisa dilakukan ke arah utara. Masih ada lokasi untuk pembangunan tiga kolam pelabuhan yang ujungnya berada di dam (tang­ gul Jakarta). Apalagi, proyek tang­gul Jakarta sudah siap di­ba­ ngun,” kata Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia/Pelindo II (IPC) RJ Lino kepada Investor Daily, akhir pekan lalu.
Menurut Lino, rencana pem­ bangunan pelabuhan ba­ru di dekat Tanjung Priok, ba­ik di Cilamaya maupun Ma­run­da (Jakar ta Utara), tidak mem­ perhitungkan strategi bisnis un­tuk kepentingan industri ke­pelabuhanan nasional. Itu mengingat keberadaan pe­ labuhan baru yang berdekatan de­ngan Priok berpotensi me­ mecah arus masuk kapal ke Indonesia yang tadinya melalui Pe­labuhan Tanjung Priok. Bah­ kan, konsep dua pintu masuk di sa­tu daerah yang sama ini tidak pernah diterapkan di negara-ne­ gara lain.
“Seharusnya orang-orang yang membuat konsep ini me­ngerti strategi bisnis. Me­reka harus sadar kalau mau ka­pal besar masukmesti ada satukonsentrasi barang da­lam jumlah banyak di satu pe­labuhan. Semangat a w a l n y a , p em ­b a n g u n a n pelabuhan Ci­lamaya memang untuk me­nyaingi negara lain, seperti Si­ngapura dan Malaysia yang pu­nya pelabuhan besar, tapi jangan sampai justru nanti kapal tidak ada yang mau masuk, karena konsentrasinya terpecah,” papar dia.
Dia juga menuturkan, jika ka­ pal besar tidak bisa masuk, biaya lo­gistik di Indonesia tetap akan tinggi. Sebaliknya, kehadiran ka­pal besar di Tanjung Priok da­pat menurunkan harga freight se­hingga biaya logistik lebih murah.
Lebih lanjut, Linomenuturkan, ter­minal petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok yang semula ha­nya mampu menampung se­besar 4,5 juta TEUs, setelah di­lakukan penataan, perluasan, dan rekonfigurasi pelabuhan, ka­pasitasnya meningkat men­ jadi sekitar 7-8 juta TEUs. Selanjutnya, kapasitas pe­ labuhan akan bertambah hingga 20 juta TEUs menjadi total 28 juta TEUs setelah proyek per­ luas­an Tanjung Priok melalui pem­bangunan Pelabuhan New Priok (Kalibaru) tahap I dan II rampung.
Bila dikaitkan dengan tam­ bah­an kapasitas Priok, lanjut Lino, pembangunan pelabuhan di Cilamaya tidak sejalan dengan tu­juan awal pembangunan pe­ labuhan tersebut. Semula, pro­ yek pelabuhan di Cilamaya yang diprakarsai Japan Internasional Cooperation Agency (JICA) akan dibangun jika proyek per­ luasan Pelabuhan Priok ha­nya memperpanjang dermaga se­ kitar 1.000 meter dengan tam­ bahan kapasitas 1,5 juta TEUs. Se­dangkan saat ini proyek per­ luasan Pelabuhan Tanjung Priok direncanakan dengan mem­ perpanjang dermaga hingga 10.000 meter dengan tambahan kapasitas 20 juta TEUs.
“Jadi buat apa lagi, pelabuhan Ci­lamaya dibangun,” ujar dia.
Bangun Akses
Lebih jauh, RJ Lino me­nye­ butkan, rencana pem­bangunan Pe­labuhan Cilamaya hanya akan memboroskan anggaran. Pem­ bangunan Pelabuhan Cilamaya membutuhkan anggaran lebih besar dibandingkan biaya untuk mengatasi pemasalahan di Priok. Pasalnya, permasalahan yang dihadapi di Priok hanya ak­ses dan solusinya adalah ke­ tersediaan jalan tol atau jalan arteri. Jalur kereta yang dulu pernah direncanakan pun bi­sa menjadi cara jitu untuk meng­ atasi problem akses ke Priok.
“Bikin jalan tol hingga Ci­kam­ pek kan cuma menghabiskan Rp 5-7 triliun, sedangkan kalau bi­kin pelabuhan bisa sampai Rp 30-35 triliun. Pembangunan jalur kereta juga tidak akan terlalu mahal,” papar dia.
Lino mengungkapkan, saat ini Pelindo II siap mengakuisisi pro­yek tol Cilincing-Cibitung dari PT MTD CTP Expressway. Se­telah pr oses negosiasi dan pembebasan lahan se­le­ sai diharapkan proyek pem­ bangunan jalan tol ruas Ci­ lin­cing-Cibitung senilai Rp 3,5 triliun dapat dimulai pada triwulan II-2015.
“Saat ini sedang proses ne­ gosiasi, mudah-mudahan satu bulan semua bisa selesai. Kami ingin menjadi investor dan bi­sa take over sebesar 49% saham se­hingga nanti Pelindo II men­ jadi mayoritas stakeholder,” kata Lino.
Harus Konsisten
Dikonfirmasi terpisah, Ke­tua Forum Transportasi Laut Ma­ syarakat Transportasi Indonesia (MTI) Ajiph Razivwan An­war mengungkapkan, pe­me­rintah se­harusnya konsisten dengan ke­bijakan pembangunan Pe­ labuhan Kalibaru dan men­ dukung penyelesaian proyek tersebut hingga tuntas.
Dia menilai pemerintah tidak kon­sisten. Hal itu terlihat di saat Pelindo II membangun Pe­labuhan Kalibaru yang me­ rupakan pemenuhan mandat da­ri Peraturan Presiden No 36/2012 yang diteken 5 April 2012, pemerintah malah be­ rencana membangun pelabuhan lain di dekatnya.
“Perencanaan pembangunan Ka­libaru itu telah disetujui pe­ merintah, bahkan diresmikan oleh Presiden. Jadi, ini se­ha­rus­ nya merupakan proyek nasional se­hingga pemerintah harus kon­sisten untuk mendukung pro­yek Kalibaru hingga tuntas,” papar Ajiph.
Namun dalam per­kem­bang­ annya, pemerintah tidak kon­ sisten dengan mendukung pem­bangunan pelabuhan lain di lokasi yang tidak jauh dari Kalibaru, seperti di Cilamaya, bah­kan di Marunda yang loka­ sinya lebih dekat lagi.
Dia pun mendukung penuh lang­kah Pelindo II untuk meng­ akui­sisi jalan tol Cibitung-Cilin­ cing untuk menyediakan akses di Priok. Bahkan, Pelindo II ju­ga harus mendorong agar pem­ bangunan jalur kereta sebagai akses ke Pelabuhan Priok dapat direalisasikan.
Investor Daily, Senin 8 September 2014, hal. 6

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.