JAKARTA – Indonesia dan Australia tengahmenjajaki kerja sama teknologi kereta api (KA) untuk mendukung peningkatan kinerja industri perkeretaapian di Indonesia. Langkah ini diperlukan mengingat kebutuhan KA di dalamnegeri akan terus meningkat.
“Kemarin, saya memimpin delegasi ke Australia. Kami bertemu dengan para CEO industri kereta api dan komponen di sana, serta pemerintah negara bagian Victoria. Saya sampaikan ke mereka, agar kita bisa bekerja sama. Supaya kita bisa mengaplikasikan teknologi mereka di sini, misalnya teknologi undercarriage. Kalau kita cari sendiri sistem teknologinya, butuh 5-10 tahun,” kata Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Budi Darmadi saat ditemui usai Rapat Kerja Menteri Perindustrian dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu malam (27/8).
Menurut Budi, Australia telah me netapkan posisinya sebagai salah satu negara dengan riset dan pengembang an (research and development/ R&D) perkeretapian yang sudah maju. Kerja sama dengan negara tersebut akan sangat bermanfaat bagi perkembang an industri KA di Indonesia.
Budi mengatakan, rencana kerja sama itu dilakukan untuk mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kinerja industri perkeretaapian di Indonesia. Apalagi, kebutuhan KA di dalam negeri akan terus meningkat, baik untuk angkutan penumpang, maupun angkutan barang.
Berdasarkan data Kemenperin, jumlah penumpang KA tahun 2010 tercatat mencapai 201,930 juta orang dan 19,149 juta ton barang. Angka itu diproyeksikanmelonjakmenjadi 929,5 juta orang dan 995,5 juta barang pada tahun 2030. Sementara itu, jumlah sarana per keretapian nasional tahun 2010 tercatat 369 buah lokomotif, 492 buah kereta diesel (KRD) dan kereta listrik (KRL), 1.506 buah kereta, dan 39.655 buah. Tahun 2030, angka tersebut diproyeksikan menjadi 2.805 lok penumpang, 1.995 lok barang, 27.960 kereta, dan 39.655 gerbong.
Kebutuhan kereta api perkotaan hingga tahun 2030 diprediksi bakal mencapai 6.016 unit. Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) mendominasi dengan 1.024 unit.
Saat ini, Indonesia hanya memiliki PT Industri Kereta Api (Persero) (INKA) di industri perkeretaapian. Tahun 2012, INKAmemiliki kapasitas produksi 300 unit angkutan barang per tahun, 120 unit angkutan penumpang per tahun, 40 unit KRL per tahun, dan 49 unit lokomotif per tahun.
Budi menegaskan, Kemenperin bertanggung jawab untuk mendongkrak kinerja industri perkeretapian nasional. “Ekonomi semakin bergerak, sehingga akan semakin banyak aktivitas pengiriman barang. Pengangkutan kontainer mondar-mandir. Lintas darat dengan kereta api adalah salah satu yang efisien. Biaya BBM per orangnya lebih efisien. Karena itu, dari sekarangkita harusmulai mengembangkan danmembesarkan kapasitas industrinya,” jelas dia.
INKA, menurut Budi, memiliki kapasitas yang cukup untuk memenuhi permintaan KA dari pasar dalam negeri. Sementara PT Len Industri, melalui kerja sama dengan Australia nanti, bisa mengembangkan teknologi dan sistem sinyal KA yang lebih maju.
“Apalagi, di Australia itu mereka sudah bisa mengembangkan kereta tanpa awak. Ini salah satu upaya mendukung programmenekan biaya logistik barang. Dalam hal ini, Kemenperin bertugas mempersiapkan industri KA-nya. Untuk kesiapan sarananya,” jelas Budi. (eme)
Investor Daily, Jumat 29 Agustus 2014, hal. 6