Tanjung Mas Siap Gantikan Proyek Pelabuhan Cilamaya

JAKARTA – Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo menyodorkan Pelabuhan Tanjung Mas (Semarang) sebagai alternatif pengganti lokasi Pelabuhan Cilamaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Hal itu sejalan dengan proposal pengembangan Pelabuhan Tanjung Mas yang diajukan Pemerintah Provinsi Jateng ke pemerintah pusat.
“Kalau harus dipercepat pem­ bangunannya, sudahlah sem­ purnakan saja Tanjung Mas, diperlebar dan diperpanjang. Itu saja. Karena kami juga sudah meng­ajukan proposal untuk hal itu. Posisi Tanjung Mas kan bisa lebih dekat ke barat dan ke timur,” kata dia di Jakarta, Selasa (26/8).
SebelumnyaDirektur Jenderal Per­hubungan Laut Kementerian Per­hubungan (Kemenhub) Bob­ by RMamahit mengatakan, pro­ yek Pelabuhan Cilamaya dikaji ulang, karena rencana pem­ bangunan pelabuhan tersebut akan mengganggu kegiatan ope­rasi produksi migas di Blok Offshore North West Java (ON­ WJ) yang dioperasikan PT Per­ tamina Hulu Energi. Saat ini, per­masalahan itumasih dibahas di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, ka­ rena Pelabuhan Cilamaya me­ rupakan bagian dari proyek Me­ tropolitan Priority Area (MPA) dan juga masuk dalam pro­gram Masterplan Percepatan dan Per­ luasan Pembangunan Eko­nomi Indonesia (MP3EI).
Lebih jauh, Ganjar Pranowo men­jelaskan, Jawa Tengah saat ini sangat membutuhkan ba­nyak pelabuhan. Beberapa wi­ layah di Jateng hanya memiliki pe­labuhan kecil, antara lain di Kabupaten Tegal. “Jateng me­ mang membutuhkan pelabuhan be­sar,” ujar dia.
Untuk membangun berbagai pe­labuhan yang ada di wilayah Ja­teng, lanjut Ganjar, pihaknya te­rus berupaya mengajukan pro­posal ke pemerintah pusat, ber­koordinasi terkait program MP3EI dengan kementerian ter­kait, seperti kementerian ke­ uangan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Saya ‘bertarung’ dan ‘ber­ke­ lahi’ tiap hari dengan Menteri Keuangan dan Menteri BUMN. Katanyamau percepatan, apanya yang dipercepat? Ini sebenarnya mau dipindahkan atau tidak? Ka­lau tidak, kami akan tetap meng­usulkan pelabuhan baru,” papar dia.
Dengan rencana pem­ba­ngun­ an pelabuhan di Cilamaya yang masihbelumpasti, lanjutGanjar, se­ baiknya pemerintah eksisting yang hanya tinggal dua bulan ini segera membangunpelabuhanyangsudah mangkrak di Jawa Tengah.
“Progres Pelabuhan Cilamaya kanmasih nol. Lebih baik usul­an kami dipercepat, karena su­dah mangkrak terlalu lama. Pe­ labuhan itu nanti kan juga punya pe­merintah pusat,” jelas dia.
Kembangkan yang Ada
Sementara itu, Direktur Ek­ sekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES) Er­win Usman sepakat bahwa pe­merintah sebaiknya me­ ngem­bangkan pelabuhan yang sudah ada. Pasalnya, pem­ba­ ngunan pelabuhan baru se­perti Pelabuhan Cilamaya, ha­rus be­ nar-benarmengantongi se­jumlah izin prinsip. Terlebih di daerah tersebut sudah ada pro­duksi migasPTPertaminaHuluEnergy Offshore North West Java.
“Apalagi konsultannya dari Je­pang, dan untuk kepentingan investor Jepang. Feasibility study (FS) itu harus memberi ja­waban terhadap pertanyaan publik mengenai hal-hal prinsip. Misalnya, risiko membangun dan dampaknya bagi masyarakat sekitar, dan seterusnya, ter­ ma­suk bagi kepentingan yang sudah eksisting (PHE ONWJ),” kata dia.
Pihak konsultan juga harus pu­lamenyelesaikan analisa dam­ pak lingkungan (Amdal), yang memuat berbagai hal, termasuk risiko dan pengaruh terhadap in­vestasi eksisting di sana. “Jika pihak pengembang atau konsultan tidak bisa me­nun­ jukkan dukungan FS dan Amdal, saya kira ada sesuatu yang disembunyikan,” ujar dia.
Setelah FS dan Amdal, per­lu juga menyoroti skema pen­ danaan proyek tersebut. Apa­ kah APBN murni atau sharing dengan dana utang luar negeri. “Kalau dari luar negeri biasanya ber­sifat loan (pinjaman), mi­ sal­nya dari Japan Bank of In­ ternational Cooperation (JBIC),” papar dia.
Jika skema pembiayaannya dari utang luar negeri, akan mem­perparah belitan utang bagi Indonesia. Saat ini total utang sudah mencapai Rp 3.120 triliun, padahal APBN-nya hanya 2.000 triliun.
“Dengan defisit luar biasa, pem­bayaran utang kita per bulan bisa mencapai 10-20%. Jadi siapa yang diuntungkan? Apalagi bi­rokrasi Indonesia terkenal korup. Rakyat juga yang susah,” ungkap dia.
Investor Daily, Rabu 27 Agustus 2014, hal. 6

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.