JAKARTA – Pemerintah masih membuka peluang negosiasi dengan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT), asalkan perusahaan men cabut gugatan di pengadilan arbitrase. Namun demikian, pemerintah tetap menyiapkan tim hukum serta perangkat dokumen lainnya untuk menghadapi gugatan tersebut.
Hal tersebut dikatakan Dirjen Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral R Sukhyar, terkait kabar sebelumnya bahwa pemerintah te ngah menyiapkan gugatan balik terhadap PT Newmont Nusa Tenggara ke United Nations Commission on International Trade Law (Uncitral). Berkas gugatan balik itu se dang dimatangkan tim yang telah dibentuk pemerintah berdasarkan keputusan presiden (keppres).
Newmont menggugat Pemerintah RI ke The International Centre for Settlement of Invest ment Disputes (ICSID), lembaga arbitrase internasional yang bermarkas di Washington DC Amerika Serikat tanggal 15 Juli 2014. New mont meminta pemerintah membatalkan ke tentuan terkait larangan ekspor bahan mentah emas, nikel, bauksit, bijih besi, dan tembaga yang diberlakukan sejak Januari 2014. Batas waktu untuk merespons gugatan adalah 20 hari sehingga gugatan itu jatuh tempo pada 3 Agustus 2014.
Kementerian ESDM menyatakan, selain akan menggugat balik Newmont ke arbitrase yang berbeda, pemerintah RI dapat memutuskan kontrak sepihak (terminasi) danmengambil alih Tambang Batu Hijau yang dikelola Newmont di Sumbawa, NTB.
“Namun, sampai saat ini, kami masih menunggu iktikad baik PT Newmont Nusa Tenggara untuk mencabut gugatan di pengadilan arbitrase dan melanjutkan proses renegosiasi. Posisi pemerintah tetap sama, mereka harus mencabut dulu gugatan itu, baru kami bisa duduk bersama. Saya dengar mereka masih menunggu kabar dari AS,” kata Sukhyar kepada Investor Daily di Jakarta, Selasa (19/8).
Menurut Sukhyar, semua berpulang pada Newmont, karena jika masalah ini sampai berlarut-larut yang dirugikan adalah perusahaan, karena tidak bisa melakukan ekspor. “Freeport saja bisa selesai kok bernegosiasi. Kalau ditanya kesiapan pemerintah, kami sangat serius menghadapi gugatan ini, dan sangat optimistis menang,” katanya.
Saat ini, kata Sukhyar, pemerintah melalui tim kecil tengah menyeleksi kuasa hukum (lawyer). Hal ini harus melalui beberapa prosedur birokrasi yang melibatkan instansi terkait dan penyiapan dokumen-dokumen pendukung. “Tim kecil ada di bawah Pak Mahendra (Kepala Badan Koordinasi PenanamanModalMahendra Siregar). Pekan ini bakal rampung,” katanya.
PT Freeport Indonesia saat ini sudah mengantongi Surat Persetujuan Ekspor (SPE) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan bisa mengekspor konsentrat sejak 7 Agustus lalu. SPE yang dikeluarkan Kemendag ke Freeport akan berlaku hingga akhir tahun ini. Jumlahnya diperkirakan mencapai 763.000 ton dengan nilai US$ 2 miliar.
Sementara itu, Newmont sejak Januari lalu hingga saat ini tidak dapat melakukan kegiatan ekspor. Per Juni lalu, Newmont sudah merumahkan 80% atau 6.400 orang dari total 8.000 karyawan yang bergelut di operasi produksi areal Tambang Batu Hijau, Sumbawa Barat. Alasannya, kapasitas gudang penyimpanan 40.000 ton mineral olahan tanpa pemurnian (konsentrat) tembaga sudah penuh.
Newmont pun menyatakan secara resmi keadaan per usahaan dalam kondisi kahar (force majeure). Pernyataan itu disampaikan secara langsung oleh Presiden Direktur NNT Martiono Hadianto kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Selanjutnya, PT Newmont Nusa Tenggara dan pemegang saham ma yoritasnya, Nusa Tenggara Partnership BV (berbadan hukum Belanda) menggugat Pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional terkait dengan larangan ekspor mineral. Kebijakan yang mulai berlaku 12 Januari 2014 tersebut mengakibatkan dihentikannya kegiatan produksi di Tambang Batu Hijau dan dinilai menimbulkan kerugian ekonomi bagi para kar yawan NNT, kontraktor, dan para pemangku kepentingan lainnya.
Menur ut Newmont, kebijakan larangan ekspor mineral tersebut tidak sesuai dengan kontrak karya (KK) dan perjanjian investasi bilate ral antara Indonesia dan Belanda. Dalam gugatan arbitrase yang diajukan ke The International Centre for Settlement of Investment Disputes, NNT dan NTPBV meminta agar ada putusan sela yang mengizinkan NNT untuk dapat melakukan ekspor konsentrat tembaga, sehingga kegiatan Tambang Batu Hijau dapat diope rasikan kembali.
“Meski kami telah melakukan berbagai upaya terbaik selama enam bulan terakhir untuk menyelesaikan isu ekspor melalui komitmen atas dasar niat baik untuk mendukung kebijakan pemerintah, NNT belum dapat meyakinkan pemerintah bahwa KK berfungsi sebagai rujukan dalam menyelesaikan perbedaan yang ada,” papar Presiden Direktur NNT Martiono Hadianto dalam keterangan tertulis sebelumnya.
Tambang tembaga dan emas Batu Hijau akan berada dalam status tahap perawatan dan pemeliharaan, seiring upaya penyelesaian masalah ekspor ini. Perusahaan akan tetap menjaga kendali operasional untuk melin dungi keselamatan dan keamanan para karyawan, sumber daya air, dan lingkungan. NNT juga akan tetap menjual konsentrat tembaga ke PT Smelting di Gresik (Jawa Timur) sampai tahun 2014, dengan melakukan pengiriman konsentrat sebesar 81.000 ton antara saat ini sampai akhir tahun.
Sejak mulai beroperasi pada 2000, NNT memberikan kontribusi ekonomi sekitar Rp 90 triliun dalam bentuk pembayaran pajak, royalti, gaji karyawan, pembelian barang dan jasa dalamnegeri, serta dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham, termasuk pemegang saham nasional. Selain itu, NNT telah melaksanakan program tanggung jawab sosial per usahaan untukmeningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat di sekitar tambang dengan menyediakan dana sebesar rata-rata Rp 50 miliar per tahun. NNT saat ini mempekerjakan sekitar 4.000 karyawan dan 4.000 kontraktor.
Menko Perekonomian Chairul Tanjung sebelumnya mengatakan, pemerintah tengahmenyiapkan gugatan balik terhadap PT Newmont Nusa Tenggara ke United Nations Commission on International Trade Law. “Kami masih membahasnya. Berkas gugatannya sudah dipelajari oleh tim teknis yang dipimpin Kepala BKPM,” kata Menko yang akrab dipanggil CT.
Menurut Chairul Tanjung, gugatan balik tidak akan diajukan pemerintah ke ICSID, melainkan ke Uncitral, legal body Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berwenang menangani berbagai isu terkait perdagangan internasional.
Menko menegaskan, jika Newmont tetapmenggugat pemerintah RI ke ICSID, pemerintah akan menggugat balik perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu ke Uncitral. “Kami sudah menyiapkan gugatan balik, namun kami akan melihat perkembangan nanti,” tandas dia.
CT menambahkan, pemerintah masih membuka kesempatan kepada Newmont untuk segera mencabut gugatannya. Pemerintah sebenarnya ingin mengajak Newmont kembali berunding sebelumbatas waktu gugatan berakhir 3 Agustus 2014.
Sementara itu, NNT yangmayoritas sahamnya dikuasai Nusa Tenggara Partnership BV (NTPBV) berkukuh menggugat pemerintah RI ke arbitrase internasional.
Newmont tetap meminta pemerintah membatalkan ketentuan terkait larangan ekspor bahan mentah emas, nikel, bauksit, bijih besi, dan tembaga yang diberlakukan sejak Januari 2014. Newmont beralasan, larangan ekspor telah mengakibatkan kegiatan produksi di Tambang Batu Hijau terhenti dan fasilitas penyimpanan konsentrat tembaga penuh sejak awal Juni lalu. Newmont juga menuduh pengenaan bea keluar (BK) dan larangan ekspor konsentrat tembaga mulai Januari 2017 yang diberlakukan pemerintah tidak sesuai kontrak karya dan perjanjian investasi bilate ral dengan Belanda, negara tempat NTPBV berkantor dan berbadan hukum. Di sisi lain, pemerintah te tap menyatakan bahwa larangan ekspor bahan mineral diamanatkan secara tegas oleh UU No 4 Tahun 2009 tentang PertambanganMineral dan Batubara. Aturan itu bertujuan menciptakan nilai tambah tinggi bagi produk pertambangan di dalam negeri. Dengan adanya larangan ekspor mineral mentah, perusahaan tambang dituntut membangun pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter).
Berdasarkan aturan tersebut, per usahaan tambang harus mengolah bahan mentah menjadi produk jadi sebelumdiekspor. Kebijakan itu akan menyerap banyak tenaga kerja dan menciptakan dampak ekonomi ikutannya. Untuk meringankan perusahaan tambang, pemerintah membolehkan ekspor konsentrat asalkanmembayar BK. Pemerintah juga memberikan kelonggaran bagi perusahaan yang berkomitmen membangun smelter.
Investor Daily, Rabu 20 Agustus 2014, hal. 1