SAMARINDA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi didesak untuk mulai memantau kasus-kasus korupsi pertambangan. Kalimantan Timur boleh menjadi provinsi pertama untuk disasar oleh KPK mengingat begitu banyak perusahaan tambang batubara melakukan eksploitasi secara masif dan melanggar hukum, tetapi terkesan dibiarkan.Desakan itu dilontarkan oleh Merah Johansyah, Dinamisator (Ketua) Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Selasa (19/8), di Samarinda. Menurut Merah, hasil koordinasi dan supervisi yang dilakukan KPK ke Kaltim pada Maret lalu sudah cukup sebagai bahan informasi bahwa banyak masalah tambang di Kaltim.
”Dalam persidangan yang melibatkan Anas Urbaningrum, beberapa waktu lalu, sempat disebut ada aliran dana sekian miliar untuk pengurusan tambang di Kaltim. Barangkali KPK bisa merunut dari situ. Semua data terkait pelanggaran seputar tambang di Kaltim juga sudah kami sampaikan,” ujar Merah.
Beberapa yang bisa menjadi catatan KPK, misalnya, di Kaltim saat ini ada 137 perusahaan tambang batubara yang belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Terkait Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dari sekitar 6,79 juta hektar luas areal izin usaha pertambangan (IUP), baru 364.200 hektar yang dikenai kewajiban membayar PBB.
Merah juga menunjuk Taman Hutan Raya Bukit Soeharto di Kabupaten Kutai Kartanegara. Taman hutan raya adalah kawasan konservasi, tetapi ada 42 IUP dengan luas 1.500 hektar di lokasi itu. Ia memperkirakan kerugian negara dari sisi penerimaan bukan pajak dari kasus di taman hutan raya Rp 18,1 triliun dalam lima tahun ini. Masalah lain, banyak perusahaan mengelak dari kewajiban mereklamasi lahan.
Ketika mengunjungi Kaltim pada 12-14 Maret lalu, KPK menyebut Pemerintah Provinsi Kaltim dan kabupaten/kota belum maksimal melakukan tata kelola pertambangan mineral dan batubara yang bagus dan efektif. Saat itu KPK memaparkan, dari 79 IUP mineral di Kaltim, 30 IUP berstatus non-clear and clean (non-CNC). Khusus tambang batubara, dari 1.364 IUP, 420 IUP non-CNC.
Ketua LSM Stabil, Balikpapan, Jufriansyah, dalam diskusi publik di Universitas Balikpapan, pekan lalu, menyebut, Kaltim perlu memiliki Komisi Pengawasan Tambang Batubara. (PRA)