JAKARTA, KOMPAS — Meski telah menyepakati harga baru, PT Pertamina (Persero) tetap akan mengurangi pasokan solar ke pembangkit listrik milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang ada di seluruh Indonesia per 10 Agustus. Langkah ini dilakukan sebelum ada pembayaran kerugian.”Kami tetap akan kurangi pasokan solar sebesar 50 persen untuk pembangkit listrik milik PLN di seluruh Indonesia selama belum ada pembayaran kerugian,” kata Media Manager Pertamina Adiatma Sardjito di Jakarta.
Direktur Gas Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto di Jakarta, Minggu (10/8), mengatakan, PLN harus berpindah menggunakan gas untuk mengoperasikan pembangkit listriknya. Hal ini sejalan dengan program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas.
Per 1 Agustus, Pertamina telah mengurangi 50 persen pasokan solar untuk pembangkit listrik di Sumatera Utara dan Bali. Pada 4 Agustus, pasokan solar ke pembangkit listrik di Samarinda, Pontianak, dan Bangka Belitung juga dikurangi 50 persen.
Berdasarkan catatan Pertamina, kerugian dialami sejak 2013. Saat itu, Pertamina mengajukan harga high speed diesel (HSD) sebesar 108,8 means of platts Singapore (MOPS) dan marine fuel oil (MFO) sebesar 110,2 MOPS. Namun, PLN tidak setuju dan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit.
Setelah diaudit, harga yang dilansir BPKP adalah 112 MOPS untuk HSD dan 117 MOPS untuk MFO. Akan tetapi, pembayaran oleh PLN tetap menggunakan harga lama. Akibatnya, Pertamina merugi 28 juta dollar AS.
Pada 2014, Pertamina mengajukan harga 109,5 persen untuk HSD dan 111 persen untuk MFO. PLN tidak setuju dan tetap membayar dengan harga lama sehingga sampai pertengahan tahun Pertamina rugi 45 juta dollar AS. Total pembayaran yang harus dibayar PLN mencapai 73 juta dollar AS.
Terkait keputusan Pertamina mengurangi pasokan solar sebesar 50 persen, Kepala Divisi Gas PT PLN Suryadi Mardjoeki menuturkan, pihaknya siap menanggung semua konsekuensi dari langkah yang akan ditempuh Pertamina, termasuk risiko kekurangan pasokan hingga pemadaman.
”Risiko pemadaman merupakan konsekuensi dari apa yang terjadi saat ini. Namun, kami telah mengantisipasi dengan meminta pasokan tambahan dari dua perusahaan swasta yang selama ini menjadi mitra PLN. Dua perusahaan tersebut adalah PT Kutilang Paksi Mas dan PT AKR Corporindo,” katanya.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institute) Pri Agung Rakhmanto menjelaskan, pemerintah harus mengambil sikap tegas dan cepat terkait permasalahan ini. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Kementerian Badan Usaha Milik Negara harus duduk bersama agar kompromi segera tercapai.
Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mendesak penghentian penjualan BBM bersubsidi di wilayah DKI Jakarta tahun depan. Rencana ini diharapkan bisa mengurangi kemacetan yang parah. Untuk itu, transportasi massal akan dibenahi. (A04/A10/ART)
Kompas 11082014 Hal. 17