JAKARTA, KOMPAS — LG akan memulai konstruksi investasi petrokimianya di kawasan Bintuni, Papua Barat, begitu mendapat kepastian alokasi gas. Nilai investasi yang akan ditanamkan sekitar 1,2 miliar dollar AS dengan kapasitas produksi 1 juta ton metanol.
”Alokasi gas akan menjadi peluang bisnis bagus bagi kami untuk mengembangkan proyek ini,” kata Chief Representative LG International Jakarta Office Jee Hoon Kang, di Jakarta, Jumat (8/8) sore.
Jee Hoon Kang mengatakan hal tersebut seusai bertemu dengan Menteri Perindustrian MS Hidayat beserta jajarannya di kantor Kemenperin.
Pada tahap pertama, LG hendak mengoperasikan pabrik metanol. Tahapan konstruksi membutuhkan waktu sekitar tiga tahun.
”Sebelumnya harus melakukan kajian dulu 1,5 tahun. Tidak mudah untuk memastikannya karena ini tergantung jaminan alokasi gas,” ujar Jee Hoon Kang.
Selain pabrik metanol, Kemenperin meminta LG juga mempertimbangkan pengembangan produk turunan petrokimia agar memberi nilai tambah lebih tinggi bagi Indonesia.
”Kami masih mempertimbangkan lagi untuk proyek produk turunan karena membutuhkan investasi tambahan,” kata Jee Hoon Kang.
Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kemenperin Harjanto mengatakan, pemerintah sudah membicarakan persoalan alokasi gas untuk pengembangan kawasan industri petrokimia Bintuni di tingkat Kementerian Koordinator Perekonomian.
Pembicaraan tersebut sebagai respons surat Menperin ke Presiden terkait percepatan pembangunan industri petrokimia di Bintuni. ”Kami berharap investasi Ferrostaal dan LG bisa segera diimplementasikan di Bintuni,” kata Harjanto.
Harjanto menuturkan, kebutuhan gas untuk Ferrostaal sekitar 202 juta kaki kubik gas bumi per hari (mmscfd). Adapun LG membutuhkan gas untuk energi dan bahan baku sekitar 91 mmscfd.
Kemenperin menempatkan industri petrokimia sebagai industri prioritas. Apalagi, industri manufaktur dibutuhkan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. ”Kalau manufaktur tidak dijanjikan sumber bahan baku dan energi, keinginan pertumbuhan ekonomi 7-8 persen pada 2020-2025 hanya pepesan kosong,” kata Harjanto. (CAS)
Kompas 09082014 Hal. 19