JAKARTA – Menteri Koordinator Bi dang Perekonomian Chairul Tanjung me ngatakan hingga kemarin belum ada kabar pencabutan gugatan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) terkait pemerintah Indonesia ke lembaga arbitrase internasional.
“Newmont sampai hari ini belum ada kabar, kita masih menunggu. Filosofinya, selagi belummencabut gugatan arbitrase maka kita tidak akan bisa menandatangani MoU, berarti tidak ada ekspor,” kata Chairul di kantornya, Jakarta, Senin (4/8).
CT mengatakan, pemerintah sudah mengirim surat kepada International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) guna menyatakan bahwa pemerintah Indonesia membutuhkan 90 hari untuk membentuk tim arbiter. “Kita sudah mengirim surat kepada ICSID, lembaga arbitrase dimana Newmont menggugat (pemerintah RI). Kita sudah menyampaikan surat, karena Newmont minta dalam 30 hari sudah terbentuk tim arbiternya. Kita katakan 30 hari tidak memungkinkan karena kita sedang libur Lebaran dan mereka juga kelihatannya sengaja, tetapi kita tidak sebodoh itu. Kita mengatakan bahwa paling cepat sesuai dengan aturan, yaitu 90 hari,” jelasnya.
Chairul mengatakan, timarbiter tersebut terdiri atas tiga orang, yakni satu wakil Newmont, satuwakil pemerintah Indonesia, dan satu lagi akan disepakati kedua pihak.
CT juga mengatakan, tim teknis yang diketuai oleh Kepala BKPM sedang melakukan persiapan untuk menunjuk pengacara.
“Kita akan tunjuk lawyer, sedang persiapanbeauty contest sekarang oleh tim teknis yang ketuanya adalah Kepala BKPM lalu ada dari Kejaksaan Agung, Kemenhukan, Kemenkeu dan Kemenko Perekonomian. Mereka akanmengusulkankepada saya tentang siapa lawyer yang ditunjuk,” ujarnya.
Dia menambahkan, lawyeryang ditunjuk harus mempunyai afiliasi asing, kapasitas, dan kualitas untuk berbicara di ICSID.
Bukan Mengalah
Sementara itu,Menteri KeuanganChatib Basri mengatakan, penurunan tarif bea keluar (BK) untuk mineral dan batu bara (minerba) tidak menunjukkan bahwa pemerintahmengalah dengan perusahaan. Tetapi untuk memaksa pembangunan smelter danmeningkatkan kembali ekspor minerba.”Pemerintah tidak mengalah. (Penetapan) tarif bea keluar sebesar 7,5 % agar perusahaan membangun smelter. Apabila perusahaan membangun smelter, tidak dikenai BK,” kata Chatib.
Menurut Chatib, smelter yang dibangun sepenuhnya adalahmilik perusahaan. “Jadi, selama ini, ekspornya selalu bahan mentah. Sedangkan idealnya di negara berkembang yang benar policynya dimulai dari barangmentah, kemudian dia merasa perlu proses, dia investasi,” kata Chatib.
Ia juga mengatakan, ketika pemerintah menerapkanBK25% ekspornya nol. Akibat nya revenue nol. “BK 25%, ekspornya nol. Sekarangdengan7,5%dia (perusahaan) eks por, berarti ada tambahan negara 7,5% kali besarnya yang diekspor,” tutur dia. (c02)
Investor Daily, Selasa 5 Agustus 2014, hal. 20