JAKARTA – Dirjen Basis Industri Manu faktur (BIM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Harjanto mengatakan, kepas tian pasokan dan alokasi gas untuk kawasan industri petrokimia di Bintuni, Papua Barat, akan ditentukan pada Oktober 2014. Sejauh ini, kepastian pasokan gas sudah disepakati di tingkat menteri.
“Selanjutnya, pembahasan teknis alokasi akan dilakukan tingkat eselon I di setiap kementerian terkait,” kata dia di Jakarta, Senin (4/8).
Seper ti diketahui, kawasan industri petrokimia Bintuni telah dirancang sejak tahun lalu. Kawasan tersebut diprediksi bisa menyerap investasi setidaknya US$ 7 miliar. Beberapa perusahaan yang berencana masuk kawasan itu antara lain PT Duta Firza dengan LG International, Ferrostaal dengan PT Chandra Asri Petriochemical Tbk, dan pabrik pupuk oleh PT Pupuk Indonesia.
Jika pasokan gas sudah dipastikan, kawasan tersebut ditargetkan bisa beroperasi pada 2017-2019. Keberadaan kawasan industri petrokimia terintegrasi di Bintuni diharapkan bisa menopang kebutuhan Indonesia. Secara bertahap, kehadiran kawasan itu ditargetkan bisa menekan impor produk petrokimia yang mencapai US$ 10 miliar per tahun.
“Kami berencana menggelar rapat koordi nasi antareselon I dan mengundang para pe rusahaan yang berinvestasi di Bintuni untuk membahas kebutuhan dan alokasi gas untuk industri petrokimia di sana,” kata Harjanto.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Men perin) MS Hidayat mengatakan, rencana pembangunan pabrik petrokimia Ferrostaal dengan Chandra Asri tersebut bisa segera dieksekusi. Pasalnya, alokasi gas untuk inves tasi tersebut sudah dipastikan dan diharapkan pabrik tersebut bisa beroperasi tepat waktu pada 2017-2018.
“Pasokan gas untuk Ferrostaal sudah dipastikan. Peraturan Presiden untuk pasokan gas kawasan industri petrokimia Bintuni sedang dirancang. Bayangkan, di wilayah paling timur Indonesia itu akan ada industri petrokimia terintegrasi yang besar. Saya yakin sebelum kabinet ini berakhir, sudah bisa diterbitkan aturannya,” kata Hidayat. (eme)
Investor Daily, Selasa 5 Agustus 2014, hal. 8